Jakarta, CNN Indonesia --
Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menyoroti kasus anggota Polri berinisial Aipda PS yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan saat melapor ke Polsek Wewewa Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sudding mengatakan kasus itu menunjukkan aparat penegak hukum telah gagal memberikan rasa aman kepada rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya kantor polisi menjadi tempat paling aman bagi rakyat, tapi ini malah sebaliknya," kata Sudding dalam keterangan tertulis, Selasa (10/6).
Sudding menyatakan kasus itu bukan hanya sekadar pelanggaran etik, namun kejahatan yang mempermalukan Polri di mata publik.
"Seorang warga negara datang ke kantor polisi karena telah menjadi korban kejahatan seksual. Tapi alih-alih mendapat perlindungan, dia justru menjadi korban untuk kedua kalinya oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung," katanya.
Lebih lanjut, ia menilai kasus tersebut merupakan indikasi kegagalan sistemik dalam pembinaan personel. Termasuk dalam pengawasan internal, dan kultur kekuasaan di tubuh aparat penegak hukum.
"Jika kantor polisi berubah menjadi tempat pelecehan, maka seluruh konsep negara hukum sedang dalam bahaya," ungkap Sudding.
Ia mendesak agar proses hukum terhadap Aipda PS dilakukan secara transparan dan berkeadilan. Sudding mengatakan kasus itu harus dibawa ke pidana, bukan hanya pelanggaran disiplin.
"Tak bisa hanya diselesaikan dalam sidang etik atau diberi teguran atau sanksi ringan saja. Karena ini adalah kejahatan pidana, bukan hanya pelanggaran disiplin. Pelakunya harus diadili di pengadilan umum, dengan proses yang bisa diawasi oleh masyarakat," ujarnya.
Sudding mengatakan Komisi III DPR akan meminta penjelasan soal penanganan kasus ini dari Polri.
"Kita tidak bisa terus-menerus berlindung di balik narasi 'oknum'. Jika kasus seperti ini terus muncul, berarti ada yang salah dalam sistem rekrutmen, pelatihan, dan pengawasan aparat. Sudah saatnya Polri membersihkan institusinya secara serius dari mental predator berseragam," katanya.
Peristiwa kekerasan seksual Aipda MS terhadap perempuan berinisial MML berlangsung di salah satu ruangan Markas Polsek Wewewa Selatan, Senin (2/6) lalu. Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP. Harianto Rantesalu membenarkan peristiwa itu.
Ia menjelaskan kasus pelecehan seksual tersebut berawal dari adanya laporan polisi terkait dugaan pemerkosaan yang dialami oleh korban MML ke Polsek Wewewa Selatan pada 1 Juni 2025.
Namun keesokan harinya, Aipda PS kemudian menjemput korban di rumahnya dengan dalih akan diperiksa. Padahal di Polsek Wewewa Selatan tidak memiliki unit PPA untuk menindaklanjuti laporan dari korban atas dugaan pemerkosaan.
Setiba di Markas Polsek Wewewa Selatan, bukannya melakukan pemeriksaan, Aipda PS justru melakukan kekerasan seksual terhadap korban.
(fra/yoa/fra)