Surabaya, CNN Indonesia --
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menetapkan mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) berinisial AS sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jatim, Windhu Sugiarto mengatakan pihaknya juga menjerat satu tersangka lain berinisial HS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Polinema yang terjadi pada tahun anggaran 2019 hingga 2020. Kedua tersangka yakni AS selaku Direktur Polinema periode 2017-2021, dan HS selaku pihak penjual tanah," kata Windhu, Rabu (11/6).
Windhu menjelaskan pengadaan tanah tersebut diduga dilakukan AS dan HS secara melawan hukum dengan sejumlah pelanggaran prosedur dan administrasi.
Salah satunya, proses pengadaan dilakukan tanpa melibatkan panitia resmi dan harga tanah ditentukan secara sepihak oleh AS tanpa penilaian jasa appraisal.
"Pengadaan tanah dilakukan tanpa melibatkan panitia resmi yang dibentuk. Penentuan harga tanah tidak berdasarkan penilaian jasa appraisal, melainkan berdasarkan penilaian pribadi AS," ucapnya.
Windhu menjelaskan kedua tersangka diduga memanipulasi pembelian tanah dan mendapat keuntungan dari jual-beli lahan untuk kampus.
Lahan seluas 7.104 meter persegi itu disepakati dengan harga Rp6 juta per meter persegi, sehingga total nilai pembelian mencapai Rp42,624 miliar.
"Dari total harga pembelian, uang muka sebesar Rp3,87 miliar dibayarkan pada 30 Desember 2020 menggunakan dokumen yang dibuat secara backdate, termasuk surat keputusan panitia, notulen rapat, hingga akta jual beli," ujar Windhu.
Meski demikian, proses pembayaran terus dilanjutkan AS secara bertahap hingga mencapai Rp22,6 miliar. Namun, setelah transaksi tidak disertai proses akuisisi aset atau pencatatan hak atas tanah oleh Polinema.
Lebih lanjut, kata Windhu, sebagian besar lahan yang dibeli diketahui masuk dalam zona ruang manfaat jalan dan badan air serta berbatasan langsung dengan sempadan sungai, sehingga tidak sesuai untuk pembangunan gedung kampus.
Sebagian dari dana yang telah dibayarkan Polinema, yaitu sebesar Rp4,3 miliar dan Rp3,1 miliar, dititipkan kepada notaris dan internal Polinema untuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) penjual dan pembeli.
Padahal, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, pengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya tidak dikenakan BPHTB.
"Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp22,624 miliar," katanya.
Atas dugaan tersebut, AS dan HS kini telah ditahan Kejati Jatim. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(fra/frd/fra)