CNN Indonesia
Kamis, 10 Jul 2025 20:56 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut total kerugian negara di kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023 mencapai Rp285 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyebut total kerugian tersebut terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
"Berdasarkan hasil penghitungan yang sudah pasti nyata jumlahnya Rp285.017.731.964.389. Jumlah ini dari dua komponen, kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara," kata Qohar dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (10/7) malam.
Nilai kerugian itu diketahui bertambah dari total kerugian negara yang sebelumnya sempat disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar. Sebelumnya Harli menyebut kerugian negara dari perkara ini mencapai Rp193,7 triliun pada 2023.
Kejagung mencatat kerugian negara ratusan triliun itu dihitung berdasarkan kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/ Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selanjutnya, kerugian impor BBM melalui DMUT/ Broker sekitar Rp9 triliun; Kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Daftar 18 tersangka
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 18 tersangka dari kalangan petinggi di Pertamina dan anak usahanya serta pengusaha swasta.
Belasan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Terbaru, Korps Adhyaksa juga menetapkan pengusaha minyak Riza Chalid selaku Beneficial Owner dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan delapan orang lainnya sebagai tersangka.
(tfq/fra)