Alasan Prabowo Minta BGN Sediakan Sendok demi Cegah Keracunan MBG

3 hours ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden RI Prabowo Subianto meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk melakukan evaluasi dan terobosan untuk menekan angka keracunan makanan penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satunya adalah mulai memikirkan untuk menyediakan sendok di dalam food tray atau ompreng MBG yang dibagikan ke penerima manfaat.

Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (20/10) sore.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulanya, Prabowo meminta agar BGN dapat membuat prosedur pelaksanaan MBG secara ketat dan menggunakan alat-alat terbaik. Menurutnya hal itu diperlukan agar tidak ada lagi kasus keracunan makanan yang dialami para siswa. 

Prabowo kemudian menyinggung kebiasaan makan orang Indonesia, termasuk anak-anak, yang menggunakan tangan alias tanpa bantuan sendok. Ia lantas meminta guru dan orang tua untuk membiasakan anak-anak mencuci tangan dengan bersih menggunakan sabun.

"Kita juga harus yakinkan para guru-guru yang semua terlibat untuk mendidik anak-anak kita kalau makan pakai tangan harus cuci tangan dengan sebaik-baiknya. Di setiap sekolah harus tersedia air yang bersih, juga dengan sabun," jelasnya.

"Kita harus didik juga, yang namanya anak-anak sudah merasa dicuci tangannya. Kita sebagai guru dan orang tua tidak boleh malas untuk mengingatkan," lanjutnya.

Di sisi lain, ia menilai saat ini BGN juga sudah harus bisa menyediakan sendok untuk MBG. Menurutnya BGN masih mampu untuk menganggarkan sendok sederhana di setiap kotak makan.

"Mungkin kita harus sekarang, Kepala BGN [Dadan Hindayana], mungkin, sudahlah, dibagi aja sendok yang sederhana, tidak apa-apa. Saya kira sendok itu tidak terlalu mahal," jelasnya.

Lebih lanjut, Prabowo menyebut sejak program MBG diluncurkan pada 6 Januari 2025, hingga saat ini sudah 36,7 juta orang menerima MBG.

Ia tidak menampik apabila dalam pelaksanaannya memang masih terdapat kekurangan. Namun, ia menilai kekurangan seperti keracunan itu masih dalam batas wajar.

"Kalau tidak salah, kekurangannya adalah katakanlah angka yang sakit itu adalah mungkin sekitar 0,0007 yang berarti 99,99 persen berhasil," ujarnya.

"Dalam sepanjang usaha manusia hampir tidak ada usaha manusia yang dilaksanakan selama 1 tahun dengan volume yang demikian besar, yang zero error, zero deffect. Sangat sulit," imbuhnya.

Ala penanganan pandemi Covid

Sementara itu, usai sidang kabinet paripurna tersebut, Dadan mengemukakan bahwa pelaksanaan program MBG kini mengadopsi pendekatan ketat dengan prinsip "zero defect". Dia mengaku pendekatan itu terinspirasi dari sistem pengendalian kesehatan yang diterapkan saat pandemi Covid-19.

Salah satu pendekatan ala penanganan pandemi Covid-19 itu adalah pelaksanaan rapid test, namun untuk MBG diterapkan pada bahan baku di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Dadan menyebut langkah ini ditempuh untuk memastikan setiap porsi makanan yang diterima anak sekolah dijamin aman, bergizi, dan bebas dari risiko gangguan kesehatan.

"Kami sedang berusaha melengkapi seluruh SPPG dengan rapid test untuk menguji bahan baku. Karena, pengalaman Jepang sudah 100 tahun makan bergizi, itu 90 persen gangguan pencernaan yang muncul karena kualitas bahan baku," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin malam, seperti dikutip dari Antara.

Standar baru untuk SPPG

Dadan menjelaskan BGN telah menetapkan standar baru bagi penyelenggara SPPG. Rata-rata penerima manfaat per SPPG kini ditetapkan antara 2.000 hingga 2.500 anak, dan bisa mencapai 3.000 penerima jika unit tersebut memiliki ahli masak bersertifikat.

"Kemudian, kita minta ada juru masak profesional yang akan mendampingi terutama SPPG-SPPG baru selama lima hari dan kalau kurang bisa dilanjutkan," ujar Dadan.

Selain itu, BGN juga akan melengkapi seluruh SPPG dengan alat sterilisasi food tray berteknologi tinggi.

"Dengan alat itu, wadah makanan yang telah dicuci bisa dikeringkan dalam tiga menit pada suhu 120 derajat Celsius," katanya.

Dadan menambahkan, faktor kualitas air juga menjadi perhatian utama, sehingga air yang digunakan untuk memasak harus bersertifikat layak konsumsi, seperti air galon atau isi ulang yang telah melalui proses sertifikasi resmi.

"Karena di Indonesia kualitas air masih belum rata, sehingga kita akan kerjakan ini," katanya.

(kid/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |