Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku bakal mendalami informasi keberadaan tersangka Staf Khusus eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Jurist Tan yang disebut sedang ada di Australia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna menyebut penyidik akan menelaah informasi keberadaan Jurist yang sebelumnya disampaikan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
"Semua informasi nanti kita tampung, nanti kita deteksi keberadaannya. Benar atau tidaknya kita akan memastikan," ujarnya kepada wartawan, Rabu (16/7).
Anang mengatakan dalam proses pencarian itu penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus juga akan memasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sebelum diterbitkan Red Notice terhadap Jurist.
"Kita tidak lagi melakukan pemanggilan dan mungkin nantinya penyidik rencana akan menetapkan DPO dan nanti ditindak lanjutnya dengan Red Notice," jelasnya.
Sementara itu Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan Jurist Tan telah ditetapkan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buronan Kejagung.
"Kami pertama sudah melakukan DPO dan tentu kami bekerja sama dengan pihak terkait agar yang bersangkutan bisa hadir, bisa pulang di Tanah Air [Indonesia]," tuturnya.
Informasi keberadaan Jurist Tan yang disebut di Australia diungkapkan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
"Kami telah melakukan penelusuran keberadaan Jurist Tan dan diperoleh informasi dia telah tinggal di negara Australia dalam kurun waktu sekitar dua bulan terakhir," kata Boyamin lewat keterangannya.
"Jurist Tan diduga pernah terlihat di kota Sydney Australia dan terdapat jejak di sekitar kota pedalaman Alice Spring," tambah dia.
Sebelumnya Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud periode 2019-2022. Selama periode itu, Kemendikbud mengadakan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di Indonesia khususnya di daerah 3T dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun.
Pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook meskipun memiliki banyak kelemahan dan tidak efektif untuk sarana pembelajaran pada daerah 3T karena belum memiliki akses internet.
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan empat orang tersangka yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah; Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; Mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Atas perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun yang terdiri dari kerugian akibat Item Software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan mark up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun.
(tfq/dal)