Denpasar, CNN Indonesia --
Merespons dugaan alam Raja Ampat, Papua Barat Daya, rusak akibat pertambangan nikel, Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa meminta itu dievaluasi karena kawasan itu banyak turis yang high spender atau menghabiskan banyak uang selama perjalanannya.
Puspa mengatakan Raja Ampat itu memang jumlah kunjungan wisatawannya tak setinggi di Pulau Bali, namun turis yang datang ke sana adalah yang high spender.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wisatawan yang datang ke sana adalah yang high spender karena mereka ada yang biasanya sewa private jet, tinggalnya juga mereka pasti ke sana tidak hanya dua hari, mereka bisa tiga minggu, bisa bahkan sebulan di sana," kata dia saat menghadiri Puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Kabupaten Badung, Bali, Kamis (5/6).
"Jadi kita tidak melihat kuantitinya. Tetapi kita melihat bahwa mereka adalah wisatawan high spender, tentu dengan harga yang mereka bayar, mereka ingin mendapatkan pengalaman yang lebih berkualitas, jadi kita mohon itu dijaga," imbuhnya.
Ia juga menyebut Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana telah memanggil Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, terkait masalah kerusakan alam Raja Ampat imbas pertambangan pada Rabu (4/6) kemarin.
Pemanggilan ini dilakukan setelah adanya aktivitas tambang nikel di wilayah Raja Ampat. Lokasi penambangan pun dekat dengan Kawasan Wisata UNESCO Global Geopark Raja Ampat.
"Kemarin Ibu Menteri sudah memanggil langsung Gubernur Papua Barat Daya untuk berbicara dengan hal ini dan nanti juga akan Bapak Menteri SDM juga akan memanggil yang penambang, dan juga akan mengunjungi lokasinya langsung untuk melihat langsung," ujarnya.
"Jadi pemerintah sudah mengambil langkah-langkah terkait dengan hal ini. Tentu saja kalau dari Kementerian Pariwisata, kita mendorong kalau memang itu adalah kekayaan alam yang memiliki potensi pariwisata yang besar, tapi berharap itu tidak dirusak, tentu saja itu benar-benar bisa dibiarkan seperti itu, dijaga sebagai warisan untuk anak cucu kita ke depan," tambah Puspa.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu di Sorong, Senin (19/5), menyebutkan ada dua perusahaan yang mengelola tambang nikel di Raja Ampat yakni PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Kedua perusahaan itu telah mengantongi izin berusaha sejak daerah itu masih menjadi satu dengan Provinsi Papua Barat.
Selain dua tambang nikel yang berizin, menurut dia, ada beberapa perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sebelum Provinsi Papua Barat Daya itu berdiri.
Bupati Raja Ampat Orideko Burdam di Sorong, Sabtu (31/5), mengeluhkan kewenangan pemberian dan pemberhentian izin tambang nikel dari Jakarta, sehingga pemerintah daerah kesulitan memberikan intervensi terhadap tambang yang diduga merusak dan mencemari hutan dan ekosistem yang ada.
(kdf/kid)