CNN Indonesia
Rabu, 12 Mar 2025 05:53 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah Presiden Donald Trump akan mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pekerja di Departemen Pendidikan Amerika Serikat.
Tiga sumber yang mengetahui rencana itu mengatakan PHK massal ini dilakukan sesuai perintah Trump yang mengusulkan untuk menghapus lembaga tersebut sepenuhnya.
Departemen Pendidikan AS diperkirakan akan memangkas 50 persen pekerjanya atau sekitar 1.300 orang, di mana pemberitahuan itu akan disebarkan mulai Selasa (11/3) malam waktu setempat. Saat ini departemen tersebut mempekerjakan sekitar 4.400 staf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, karyawan di Departemen Pendidikan telah mendapatkan informasi bahwa kantor-kantor akan ditutup karena "alasan keamanan" yang tidak disebutkan.
Para staf juga diinstruksikan untuk membawa laptop mereka dan meninggalkan gedung mulai pukul 6 sore. Dalam memo yang dikirim James Hairdield dari kantor keamanan dan logistik Depdik AS, kantor akan dibuka kembali pada Kamis (13/3).
Pada memo itu, kantor-kantor yang ditutup berlaku untuk kantor pusat di Washington DC dan kantor-regional. Arahan itu juga mengizinkan karyawan untuk bekerja dari rumah.
Beberapa staf mengaku khawatir tentang kemungkinan PHK massal dan perintah eksekutif Trump.
Pekan lalu, pejabat di Gedung Putih disebut telah menyiapkan perintah eksekutif untuk mengarahkan Menteri Pendidikan Linda McMahon memulai proses pembubaran departemen itu.
Pada awal Februari, Trump buru-buru menyatakan ingin menutup Departemen Pendidikan. Menurutnya lembaga itu hanya "akal-akalan".
Selama kampanye pemilu 2024, Trump memang berulang kali mengatakan bakal menghapus kementerian itu.
Menurut dia, anggaran Kementerian Pendidikan sangat besar. Staf di kementerian ini pun dianggap punya sinisme tertentu.
"Orang-orang yang dalam banyak kasus membenci anak-anak kita," kata Trump pada 2024 lalu.
Partai Republik sudah sejak lama menginginkan Kementerian Pendidikan dihapus. Kaum konservatif menentang sentralisasi kebijakan pendidikan, meyakini bahwa keputusan terkait pendidikan sebaiknya diserahkan kepada masing-masing negara bagian dan pemerintah daerah.
Alasan lain Trump dan sekutu ingin menutup Kementerian Pendidikan adalah mereka menuduh kementerian "indoktrinisasi generasi muda dengan materi rasial, seksual, dan politik yang tidak pantas."
Belakangan, mereka menuduh Kementerian Pendidikan mendorong ideologi politik yang mereka sebut sebagai "woke" kepada anak-anak, terutama terkait isu gender dan ras terutama soal isu Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer plus atau LGBTQ+.
(dna)