Tangis-Amarah Keluarga Korban Kejahatan Duterte Saksikan Sidang ICC

6 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Tangis hingga amarah keluarga korban 'meledak' saat mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyebutkan namanya di hadapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Jumat (14/3) waktu setempat.

Mereka menonton sidang terhadap Duterte dari sebuah ruangan sempit di sebuah gereja Manila.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Delapan perempuan duduk menyaksikan siaran langsung sidang tersebut. Beberapa dari mereka menggenggam foto suami atau anak yang menjadi korban dalam perang brutal 'melawan' narkoba, kebijakan utama selama kepemimpinan Duterte yang merenggut banyak nyawa.

Pria 79 tahun itu, yang diizinkan hadir secara virtual, didakwa atas kejahatan terhadap kemanusiaan akibat kampanye selama bertahun-tahun, yang menurut kelompok hak asasi telah menewaskan ribuan orang, mayoritas pria miskin.

Para janda dan ibu yang berkumpul ribuan kilometer jauhnya telah diberitahu sebelumnya bahwa mantan presiden itu hanya akan diminta menyebutkan namanya. Namun, hanya mendengar namanya saja sudah cukup untuk membangkitkan ketakutan dan kebencian.

"Namanya saja sudah membuat kami takut dan muak," kata Normita Lopez, 60 tahun, yang kemudian terdengar menangis di antara para hadirin melansir AFP.

Polisi Filipina menembak putranya lima kali dengan alasan 'melawan petugas', sebuah frasa yang sering digunakan untuk membenarkan pembunuhan tersangka narkoba.

Keputusan untuk mengizinkan Duterte hadir melalui video dari pusat penahanannya setelah perjalanan panjang dari Manila menuai cemoohan dari beberapa orang yang hadir.

"Dia tidak terlihat lelah bagi saya," teriak seorang perempuan kepada layar.

Teriakan ejekan juga terdengar ketika pengacara Duterte, Salvador Medialdea, mengklaim bahwa pemindahan kliennya ke Den Haag adalah 'penculikan'.

Sheerah Escudero, yang saudara laki-lakinya, Ephraim, diculik dan kemudian ditemukan tewas selama penumpasan narkoba, mengatakan bahwa fakta Duterte mendapatkan pengadilan yang adil justru menegaskan ketidakadilan.

"Kami, saudara saya, apakah kami pernah mendapat hak asasi manusia seperti itu?" tanyanya setelah menyaksikan siaran sidang.

Sementara itu, Jane Lee, yang suaminya tewas dalam perang narkoba, mengatakan bahwa dirinya hampir tidak bisa menahan amarah saat melihat wajah mantan presiden tersebut.

"Ketika saya melihatnya, saya sangat marah hingga hampir tidak bisa mengendalikan diri," kata perempuan 42 tahun itu, mengingat bagaimana Duterte pernah tertawa saat mendengar penyebutan para korban dalam sebuah sidang Senat.

Ketika siaran sidang ICC berakhir, suara keluhan terdengar keras saat hakim menjelaskan bahwa sidang berikutnya baru akan digelar enam bulan ke depan.

Namun, Lee menegaskan kepada para hadirin bahwa mereka akan menggunakan waktu itu untuk terus memperjuangkan keadilan.

"Kami berharap dia tidak akan kembali ke Filipina, agar kami bisa merasakan kedamaian meskipun hanya sedikit," ujarnya.

(tst/bac)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |