Sinyal Pisah Jalan Projo dan Jokowi, Demi Bertahan dalam Kekuasaan

7 hours ago 8

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketidakhadiran Presiden ketujuh RI, Joko Widodo dan sejumlah pernyataan Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi pada Kongres III organisasi tersebut pada akhir pekan lalu dinilai menjadi sinyal keretakan keduanya.

Projo yang dibentuk sebagai organisasi relawan Jokowi menjelang Pilpres 2014 itu kini diambang pisah jalan. Budi Arie bahkan menyebut Projo bukan kepanjangan dari Pro Jokowi.

Usai Kongres yang menetapkannya kembali sebagai Ketua Umum hingga 2030, Budi Arie mengatakan Projo berasal dari bahasa Sansekerta, yang bermakna negeri dan bahasa Jawa kawi yang bermakna rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kaum Projo adalah kaum yang mencintai negara dan rakyatnya," kata dia usai pembukaan Kongres III Projo di Jakarta, Sabtu (1/11).

Budi Arie juga berencana mengubah siluet Jokowi yang selama ini menjadi ikon logo Projo. Dia pada kesempatan itu sekaligus menegaskan dukungannya kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

"Logo Projo akan kita ubah supaya tidak terkesan kultus individu," katanya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyebut Projo sebagai organisasi bermazhab kekuasaan dan bukan relawan.

Karenanya, menurut dia, siapapun yang berkuasa akan menjadi mazhab organisasi tersebut.

Pangi juga menangkap sinyal kuat perpisahan Projo dan Jokowi pasca-Kongres III. Menurut dia, sikap Projo yang tak lagi mengkultuskan Jokowi, menjadi sinyal perpecahan keduanya.

"Sudah tidak lagi kultuskan Jokowi sebagai sumber kekuasaannya," kata Pangi saat dihubungi, Selasa (4/11).

Menurut Pangi, Jokowi kini mulai kehilangan momentumnya dan kondisi itu diperburuk dengan hilangnya dukungan dari Projo. Jokowi, lanjutnya, kini bukan lagi sosok yang dikultuskan organisasi yang sejak awal didirikan untuk mendukungnya.

"Sebelumnya Jokowi itu kultus, sumber kekuasaan dan memagang kendali penuh, sekarang perlahan ditinggalkan relawan yang memang habitusnya mencari sumber kekuasaan baru," katanya.

Sementara, Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia (ASI), Ali Rif'an menganggap manuver Projo pada Kongres III sebagai manuver untuk tetap bertahan dan relevan dengan situasi politik terbaru.

Ali terutama menyoroti pernyataan Budi Arie untuk bergabung dengan Gerindra, sebagai partai yang dipimpin Presiden Prabowo.

Menurut Ali, cara itu masuk akal sebab Jokowi kini bukan lagi sosok yang bisa menjadi sandaran politik.

"Jika tidak bergabung ke Gerinda, relawan Projo tidak punya sandaran politik yang kokoh. Sebelumnya memang punya patron atau sandaran politik ke Jokowi, tapi kan sekarang Jokowi bukan lagi presiden," kata Ali saat dihubungi, Senin (3/11).

Menurut Ali, langkah yang dilakukan Projo bisa dibaca sebagai upaya untuk tetap bertahan, apalagi setelah Budi Arie keluar dari kabinet Merah Putih. Dia menilai, Budi Arie telah melakukan langkah strategis usai secara tegas menyatakan dukungan kepada Prabowo.

Ali mengatakan, Projo kini memerlukan patron yang kuat. Berbeda dengan partai politik, sikap organisasi relawan untuk tetap eksis akan bergantung pada patron yang mereka dukung.

"Mereka butuh patron yang kuat karena relawan itu beda dengan partai politik. Jika tidak, pelan tapi pasti peran dan posisi tawar Projo akan meredup," katanya.

Ali meyakini rencana Budi Arie untuk mengganti logo Projo telah menandai era baru. Menurut dia, Projo telah melakukan manuver politik yang realistis untuk tetap bertahan dalam belantara politik kekuasaan baru.

"Dengan mengganti logo, sebenarnya sudah klir bahwa era baru relawan Projo sedang dimulai. Ini cara berpikir yang logis menurut saya, apalagi Projo tidak bertransformasi jadi partai," katanya.

Namun, Ali mengaku tak sepenuhnya sepakat jika Projo mulai menjauh dari Jokowi, apalagi setelah ketidakhadiran ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming itu di Kongres akhir pekan lalu.

Ali menegaskan bahwa Projo hanya mengambil pilihan realistis, sebab baik Projo maupun Jokowi kini tak lagi menjadi simbiosis mutualisme politik.

"Menurut saya, lebih kepada pilihan realistis Projo untuk saat ini, juga soal kepentingan politik dan simbiosis mutualisme politik yang sudah tidak didapat antara keduanya, baik Jokowi dan Budi Arie," kata dia.

(thr/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |