Polisi Respons Anak Lansia Buta Huruf Tersangka Imbas Ulah Mafia Tanah

4 hours ago 5

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membenarkan soal adanya penetapan tersangka terhadap SP, putri seorang lansia buta huruf bernama Sumirah yang diduga jadi korban praktik mafia tanah di Maguwoharjo, Sleman.

Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan menuturkan, SP ditetapkan tersangka berdasarkan proses penyelidikan-penyidikan untuk laporan dugaan tindak pidana pidana sumpah palsu dan pemalsuan dokumen yang dibuat 14 Desember 2022.

"Sebagaimana dimaksud Pasal 242 ayat 1 KUHP atau Pasal 266 ayat 1 KUHP," kata Ihsan di Mapolda DIY, Sleman, Jumat (20/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ihsan bilang, surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dikirim ke kejaksaan pada 26 Januari 2023.

Kejati DIY pada 30 Agustus, lanjut Ihsan, mengembalikan berkas perkara atas nama tersangka SP yang dilengkapi dengan pemenuhan petunjuk P19, agar pemeriksaan perkara pidana ditangguhkan hingga selesainya proses gugatan perdata untuk persoalan terkait yang masih bergulir di PN Sleman.

Gugatan perdata terus bergulir hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) dan penyidik kembali mengirimkan berkas perkara untuk kasus dugaan tindak pidana SP ke Kejati DIY 10 Maret 2025.

Namun, kejaksaan lagi-lagi mengembalikan berkas perkara telah dilengkapi dengan pemenuhan petunjuk untuk melengkapi syarat formil dan materiil.

"Dan saat ini petunjuk tersebut masih dilengkapi oleh penyidik untuk selanjutnya akan segera dikirimkan kembali kepada pihak Kejati," ujar Ihsan.

Sebelumnya diberitakan, Sumirah, perempuan lanjut usia atau lansia buta huruf asal Sleman, DIY, kehilangan asetnya berupa lahan sawah seluas 800 meter persegi usai ia dan suami, Almarhum Budiharjo diduga jadi korban praktik mafia tanah.

Putri Sumirah yang berinisial SP kini oleh Polda DIY juga ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana sumpah palsu dan pemalsuan dokumen saat berupaya memulihkan sertifikat sawah milik orangtuanya.

SP dalam video LBH Dharma Yudha menyebut dirinya dipolisikan hingga ditetapkan statusnya sebagai tersangka usai mengurus sertifikat pengganti atas lahan milik ayahnya, mendiang Budiharjo di kantor pertanahan setempat 2016 lalu.

Hal itu dilakukan karena keluarga tak kunjung memperoleh sertifikat lahan sesudah orangtuanya, melalui seseorang berinisial YK, meminta agar lahan sawah dibuatkan Sertifikat Hak Milik (SHM).

"Orang itu (YK) dulu menjanjikan kepada orangtua kami, bahwasanya tanah orangtua kami akan ditukar guling sama tanah tetangga kami. Untuk cepat proses tukar guling, karena tanah orangtua kami masih Letter C, maka harus dikonversi dulu. Kami sekeluarga mempercayakan kepada YK," kata SP.

Akan tetapi, seiring waktu berjalan, proses konversi Letter C menjadi SHM tak ada kejelasan dan tanpa sepengetahuan keluarga sertifikat lahan sudah berubah kepemilikannya.

Selepas mengurus sertifikat pengganti inilah SP dipolisikan ke Polda DIY oleh SAE yang tanpa sepengetahuan keluarga sudah menjadi pemilik baru sertifikat lahan Budiharjo.

"Di tengah jalan sertifikat sudah jadi, tidak diberitahukan kepada kami keluarga Bapak Almarhum Budiharjo. Bahkan sertifikat kami dijual kepada seseorang yang kami tidak kenal sama sekali, dan dibilang orangtua kami sudah menerima uang Rp2,3 miliar," beber SP.

Chrisna Harimurti pendamping hukum dari LBH Dharma Yudha menyebut Sumirah dan keluarga mengaku tak pernah melihat apalagi menerima uang Rp2,3 miliar sebagai pembayaran lahan sawah Almarhum Budiharjo. Ia juga mempertanyakan tanda bukti pembayaran berupa kuitansi yang diklaim YK hilang saat diperiksa polisi.

"Pertanyaan besar keluarga itu, kapan diberikan ke Pak Budiharjo, di rekening mana, kuitansi mana, buktinya mana gitu lho," kata Chrisna saat dihubungi, Rabu (19/6).

Almarhum Budiharjo, kata Chrisna, juga tak pernah berniat menjual tanahnya, tapi termakan bujuk rayu tawaran tukar guling dari YK yang disinyalir merupakan akal-akalan belaka. Pasalnya, objek tanah yang dijanjikan akan ditukargulingkan dengan sawah Budiharjo nyatanya masih milik tetangga. Sedangkan YK mengaku sudah membelinya.

Sosok berinisial YK ini, kata Chrisna, juga diduga memanfaatkan kelemahan mendiang Budiharjo dan Sumirah yang tak bisa baca tulis. Setelah didalami, almarhum ketika proses pengurusan sertifikat keperluan tukar guling, tanpa sepengetahuannya telah meneken Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk lahan sawah miliknya ketika 2014 lalu.

Mendiang Budiharjo dan Sumirah tanpa dampingan anak-anak mereka, diminta melakukan cap jempol pada dokumen yang tak dibacakan isinya.

"Ini persis kasus Mbah Tupon, pola-polanya mafia tanah begitu itu," kata Chrisna saat dihubungi, Rabu (18/6) lalu.

Bersamaan dengan ini, Chrisna juga mengungkap soal gugatan secara perdata yang diajukan kliennya terhadap SAE dan YK ke Pengadilan Negeri Sleman untuk perkara ini. Kendati, gugatan ditolak dan sekarang masih berproses kasasi di MA.

Chrisna telah mengirim surat ke Polda DIY agar dilaksanakan pemeriksaan ulang guna mengecek kembali kebenaran materiil seperti kuitansi dari Rp2,3 miliar.Pihaknya juga meminta agar perkara yang membuat SP tersangka tak dilanjut karena hanya akan menjadikan preseden buruk bagi penegakan hukum RI.

(kum/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |