MK Tolak Gugatan Mahasiswa yang Ingin Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR

3 hours ago 8

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sejumlah mahasiswa yang mengajukan uji materi terhadap Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan meminta rakyat selaku konstituen dapat memberhentikan anggota DPR.

Menurut MK, dalil permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

"Amar putusan: menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Perkara Nomor: 199/PUU-XXIII/2025, Kamis (27/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahkamah menyatakan isu utama yang dipersoalkan oleh para Pemohon tidak dapat dilepaskan dari pendirian berkaitan dengan mekanisme recall sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor: 008/PUU-IV/2006 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 28 September 2006.

Mahkamah berpendapat mekanisme recall berkonsekuensi logis pada pilihan sistem pemilihan umum suatu negara, termasuk Indonesia. Berkenaan dengan itu, Pasal 22E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 telah mengatur bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.

Dengan demikian, konsekuensi logis dari diterapkannya mekanisme recall terhadap anggota DPR dan DPRD juga harus dilakukan oleh partai politik sebagai wujud pelaksanaan demokrasi perwakilan.

"Oleh karena itu, dengan uraian penegasan demikian, keinginan para Pemohon agar konstituen di daerah pemilihan diberi hak yang sama dengan partai politik sehingga dapat mengusulkan pemberhentian antarwaktu anggota DPR dan anggota DPRD pada dasarnya tidak sejalan dengan demokrasi perwakilan," kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah saat membacakan poin pertimbangan.

Di samping itu, secara teknis pemecatan oleh konstituen sama saja dengan melakukan pemilihan umum ulang di daerah pemilihan yang bersangkutan, dan hal tersebut justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak dapat dipastikan pemilih yang pernah memberikan hak pilihnya kepada anggota DPR dan anggota DPRD yang akan diberhentikan pada waktu dilaksanakan pemilihan umum.

Sementara itu, Guntur menilai kekhawatiran para Pemohon mengenai pemberhentian anggota DPR oleh partai politik berdampak pada adanya dominasi partai politik dan tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat seharusnya tidak terjadi.

Hal itu dikarenakan dalam pertimbangan hukum Mahkamah pada Putusan Nomor: 008/PUU-IV/2006, Putusan Nomor: 38/PUU-VIII/2010, dan Putusan Nomor: 22/PUU-XXIII/2025 telah ditegaskan bahwa pelaksanaan pergantian anggota DPR atau DPRD oleh partai politik pada pokoknya tidak boleh dilaksanakan secara sewenang-wenang atau melanggar hukum.

Di mana pertimbangan atau penilaian penggantian anggota DPR dan anggota DPRD oleh partai politik dimaksud dilakukan selaras dengan keberadaan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) selaku Alat Kelengkapan DPR yang bertujuan menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat (vide Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) UU 17/2014).

Dalam hal ini, apabila pemilih menilai terdapat anggota DPR atau DPRD yang tidak layak menjadi anggota DPR atau anggota DPRD, pemilih dapat mengajukan keberatan kepada partai politik. Bahkan dapat menyampaikan kepada partai politik untuk me-recall anggota DPR atau anggota DPRD dimaksud.

Guntur menuturkan sesuai dengan regularitas waktu penyelenggaraan pemilihan, pemilih seharusnya tidak memilih kembali anggota DPR atau anggota DPRD yang dianggap bermasalah pada pemilu berikutnya

"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, oleh karena secara substansi permohonan para Pemohon a quo sama dengan substansi Permohonan Nomor 22/PUU-XXII/2025, maka pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 22/PUU-XXIII/2025 secara mutatis mutandis berlaku pula dalam mempertimbangkan dalil permohonan para Pemohon a quo dan karena hingga saat ini Mahkamah belum memiliki alasan yang kuat dan mendasar untuk bergeser dari pendirian dalam pertimbangan hukum putusan dimaksud," tutur Guntur.

"Dengan demikian, dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum," tandasnya.

Sebelumnya, sejumlah mahasiswa menggugat UU MD3 ke MK dan meminta rakyat selaku konstituen dapat memberhentikan anggota DPR RI.

Bertindak sebagai pemohon, lima orang mahasiswa yang bernama Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3.

Pemohon berpendapat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan prinsip-prinsip di konstitusi, di antaranya kedaulatan rakyat, partisipasi aktif dan perlakuan yang sama terhadap jalannya pemerintahan, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Dalam petitumnya, pemohon meminta Mahkamah untuk menafsirkan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 menjadi "diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

(ryn/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |