Jakarta, CNN Indonesia --
Sudarmaji alias Mbah Darmaji sudah puluhan tahun tinggal di Gua Anggas Wesi. Gua ini terletak di dalam hutan Pegunungan Anjasmoro, Jombang, Jawa Timur.
Keberadaannya belakangan ini jadi sorotan. Sebab, selain Mbah Darmaji, ternyata ada beberapa orang lain yang ikut tinggal di dalam gua tersebut.
Informasi mengenai Mbah Darmaji tidak banyak. Dia disebut-sebut sebagai sosok yang tertutup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasangan suami istri Sakri (76) dan Poniyem (50), memberi kesaksian. Rumah Sakri dan Poniyem paling dekat dengan Gua Anggas Wesi.
Sakri dan Poniyem adalah penghuni Hutan Watuseno di wilayah BKPH Jabung yang berada di hutan sekitar 15 menit dari kampung terdekat, Dusun Jabung, Desa Lebak Jabung, Jatirejo, Mojokerto. Jarak tempuh rumah Sakri dengan Gua Anggas Wesi butuh waktu 35 menit naik motor, melewati jalan setapak berliku di hutan jati.
Dari hutan jati menuju Gua Mbah Darmaji masih harus berjalan kaki menuruni medan sangat curam kurang lebih 50 meter dari parkiran motor. Sakri dan Poniyem tahu sejak kapan Sudarmaji tinggal di gua itu.
"Pak Sudarmaji kalau sampai sekarang ada kalau 60 tahun tinggal di sana," kata Sakri saat detikJatim berkunjung ke rumahnya, Jumat (7/11).
Kepala Dusun Jabung, Irwandi menuturkan Sudarmaji tidak sendiri tinggal di dalam goa. Ada setidaknya 6 orang lain yang tinggal di dalam tenda di sekitar gua.
Untuk makan sehari-hari, kata Irwandi, Sudarmaji mengandalkan pemberian para pengunjung. Manusia gua itu juga beternak ayam. Sesekali keluar dari hutan untuk belanja kebutuhan pokok naik motor bebek miliknya yang saat tidak digunakan diparkir dan digembok di dekat gua.
"Mbah Darmaji sudah lama, iya segitu (50-60 tahun di Gua Anggas Wesi)," jelasnya.
Sementara, Kepala BKPH Jabung Tarmidi mengaku rutin memantau Sudarmaji, penghuni Gua Anggas Wesi dan sejumlah orang lain yang tinggal di sekitar gua itu. Dia sebutkan bahwa Sudarmaji tinggal di gua itu sejak 1983 atau sejak 42 tahun silam.
Gua Anggas Wesi berada jauh di dalam hutan wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jombang, tepatnya di Desa Sumberjo, Wonosalam. Lokasinya di petak 37F, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sumberjo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung, dengan luas 0,1 hektare. Kawasan ini termasuk kelas hutan kawasan penggunaan khusus (KPKh).
Mulut gua Anggas yang besar memudahkan siapa pun untuk memasukinya. Di depan mulut gua terdapat sungai kecil yang mengalir dari Pegunungan Anjasmoro menuju dataran rendah wilayah Kecamatan Mojoagung dan sekitarnya.
DetikJatim dan beberapa wartawan menyusuri hutan Jombang Pegunungan Anjasmoro tersebut untuk menemui Mbah Darmaji. Sosoknya sederhana dengan rambut yang sudah memutih.
"Saya aslinya Boyolali (Jateng)," ujarnya kepada wartawan sambil enggan mengungkapkan alasan dan asal-usulnya menghuni Gua Anggas Wesi, Jumat (7/11).
Salah satu ruang dalam gua Anggas Wesi yang jadi tempat tinggal Mbah Darmaji. (Foto: Detikcom/Enggran Eko Budianto)
Mbah Darmaji tinggal di ruangan pertama Gua Anggas. Ruangan ini cukup luas, sekitar 7x5 meter persegi. Tempat tidurnya ada di sisi kiri. Ada juga alas tidur bagi para tamu yang datang untuk ritual berada di sebelahnya.
Di sisi kanan terdapat lorong setinggi satu meter menuju ruang untuk semedi. Di ujung ruangan, berdiri dua arca serta peralatan ritual.
Menyusuri bagian kanan gua, pengunjung akan menemukan area yang tampak kotor. Panci, ember, dan galon berserakan di sana, di bawah tetesan air gua. Di seberangnya terdapat dapur sederhana dengan tungku kayu bakar, bumbu dapur, dan peralatan memasak.
Masuk lebih dalam lagi, ada tempat ritual yang disebut Gua Putri. Di belakangnya berdiri tenda-tenda yang juga dihuni beberapa orang. Tenda-tenda itu berdiri tepat di atas ngarai. Meski cuaca terik, air terus menetes dari bebatuan yang menjadi atap gua.
Menurut Sakri dan Poniyem, penghuni tenda di sisi kanan gua berjumlah enam orang, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Mereka juga sudah cukup lama tinggal di tenda tersebut, namun asal-usulnya tidak diketahui.
"Satu pasangan suami istri dan satu anak laki-laki, sedangkan dua wanita dan satu pria tidak jelas statusnya. Tinggal di situ sekitar satu tahun. Menurut saya mereka pelarian," kata Sakti.
Kepala BKPH Jabung, Tarmidi mengaku rutin memantau fenomena penghuni gua tersebut, terutama Sudarmaji. Menurutnya, pria asal Boyolali itu mulai menetap di gua sekitar tahun 1983 atau 42 tahun silam.
"Awalnya menetap di gua, untuk ambil kebutuhan pokok tetap keluar ke desa. Jadi, Mbok Siti yang awalnya membantu Pak Sudarmaji. Setelah Mbok Siti meninggal, Pak Sudarmaji tetap tinggal di gua," terangnya.
Sementara enam penghuni lain disebut berasal dari Jogoroto, Jombang. Kepala keluarganya bernama Joko Mulyono.
"Bahasa mereka sekeluarga ritual. Belum ada (satu tahun), kurang lebih dua bulan," tandas Tarmidi.
Keberadaan Mbah Darmaji dan sejumlah warga lain di dalam gua Anggas mulai memicu keresahan, termasuk bagi Sakri dan Poniyem.
Menurut Sakri gua Anggas Wesi jadi kumuh. Menurutnya, pihak Perhutani pernah menegur, bahkan merelokasi Sudarmaji dari gua. Namun, permintaan itu hingga kini tak diindahkan.
"Oleh mandor, mantri Perhutani (Sudarmaji) sudah dilarang di situ, karena lokasinya kotor dan bau, sehingga tamu menjadi berkurang," kata Sakri.
Dulu, kata Sakri, gua Anggas Wesi adalah destinasi wisata religi yang menarik banyak pengunjung untuk ritual di tempat ini. Namun, gua alami di pedalaman hutan jati tersebut kian sepi wisatawan.
Ia mengaku terakhir kali mengantarkan tamu sekitar dua tahun lalu. Belakangan ini, tamu sangat jarang berkunjung. Kalau pun ada, mereka memilih langsung ke gua mengendarai sepeda motor.
"Untuk makan, (Mbah Darmaji) mengandalkan pemberian tamu. Kalau ada tamu tidak bawa apa-apa, gerundel (menggerutu)," ungkapnya.
"Orang itu (Sudarmaji) rumit, ditanya tidak mau menjawab, menjengkelkan orangnya," timpal Poniyem.
Baca selengkapnya di sini...
(wis/gil)

3 hours ago
10
















































