Jakarta, CNN Indonesia --
Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang menegaskan tak ada niat untuk mengembalikan dwi fungsi ABRI seperti di zaman Orde Baru dulu.
Hal itu Frega sampaikan merespons pernyataan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengingatkan prajurit TNI aktif harus mundur ketika masuk dalam dunia politik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin yang perlu diingat adalah bahwa dari Kementerian Pertahanan dan TNI itu tidak ada sama sekali niat untuk yang dikhawatirkan masyarakat ya, bahwa ada dwi fungsi TNI atau mengembalikan dwi fungsi ABRI," kata Frega di Kantor Kemhan, Jakarta, Selasa (25/2).
Frega mengatakan Kemhan dan TNI memiliki prinsip berpikir untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Baginya, kedaulatan negara itu bukan hanya secara fisik, namun bentuknya sudah mulai berevolusi dengan kompleks. Mulai dari kedaulatan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan digital.
Ia juga mengatakan bicara kedaulatan bukan hanya bicara secara pertahanan militer saja, melainkan banyak aspek nirmiliter yang memang harus dipadukan.
"Dan tentunya ini juga harus butuh sinergi, kolaborasi, dan beberapa kemarin yang memang ditugaskan tentunya ada pertimbangan tertentu, apalagi ketika kita bicara misalnya pangan, ini menjadi isu utama juga berbicara tentang kedaulatan tangan bagian dari pertahanan nirmiliter," katanya.
Frega juga mengatakan Kemhan dan TNI bekerja mengikuti prosedur dan pengkajian. Apabila ada permintaan dari kementerian ataupun dari pemerintah merekrut personel TNI membantu, maka TNI akan berdiri atas politik negara.
"Kemhan dan TNI menjalankan politik negara untuk kepentingan bangsa Indonesia. Intinya untuk kedaulatan, keutuhan wilayah," katanya.
Di sisi lain, Frega juga menjelaskan spektrum ancaman Indonesia kini sudah beragam. Ia menyinggung ketika dibuat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI kala itu, dimensi ancamannya masih sangat minim. Namun, saat ini ancaman pertahanan Indonesia mulai bersifat multidimensional.
"Di mana perang itu tidak ada lagi declaration of war. Kalau pada 2004 sebelum ke belakangnya mungkin ketika akan perang, ada deklarasi perang. Nah sekarang kita lihat Rusia-Ukraina, Armenia-Azerbaizan dan bahkan kemarin terakhir Israel-Iran, Israel-Hamas, itu tidak ada deklarasi perang," katanya.
Sebelumnya SBY sempat mengingatkan prajurit TNI aktif harus mundur ketika masuk dalam dunia politik ketika pengarahan kepada 38 Ketua DPD Partai Demokrat di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/2).
SBY mengaku ingat pengalamannya ketika menjabat Ketua Reformasi ABRI. Dalam semangat reformasi, kata dia, TNI aktif tabu untuk memasuki dunia politik atau politik praktis.
"Mendengar itu saya jadi ingat, karena dulu waktu saya masih di militer, dalam semangat reformasi, TNI aktif itu tabu untuk memasuki dunia politik, politik praktis. Itu salah satu doktrin yang kita keluarkan dulu, pada saat reformasi ABRI, yang saya menjadi tim reformasinya, ketua tim reformasinya, kami jalankan," kata SBY.
"Benar, saya tergugah, terinspirasi, kalau masih jadi jenderal aktif misalnya, jangan berpolitik. Kalau mau berpolitik, pensiun," imbuh dia.
(fra/rzr)