CNN Indonesia
Rabu, 26 Feb 2025 15:51 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mendalami dugaan keterlibatan saudagar minyak Mohammad Riza Chalid terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Dalam kasus ini anak Riza, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, Kejagung juga telah menggeledah rumah Riza dan menyita sejumlah barang bukti.
"Itu yang mau dipelajari, dikembangkan. Kenapa ada di rumah yang bersangkutan apakah (terlibat), bagaimana perannya, dan seterusnya tentu, ya, itu yang akan dicari benang merahnya oleh penyidik," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Rabu (26/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harli menyatakan peluang untuk menetapkan tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi ini pun sangat terbuka.
Harli menyebut saat ini pihaknya masih terus melakukan pendalaman dan pengumpulan bukti untuk mengembangkan kasus.
"Nah, apakah misalnya nanti dalam keterangan-keterangan yang diberikan oleh para tersangka, para saksi-saksi, dan surat sekarang yang sedang kita dalam ini, kita kaji, ternyata ada peran pihak lain di sana yang berkaitan? Kenapa tidak? Saya kira sangat tergantung dengan ada tidaknya bukti permulaan yang cukup," tutur dia.
Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka yang terdiri dari empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kemudian SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Selanjutnya MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
(gil/dis)