Jakarta, CNN Indonesia --
Jepang buka suara soal tren ajakan bekerja di luar negeri #KaburAjaDulu yang viral di media sosial Indonesia.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi mengatakan pemerintah Negeri Sakura menyambut pekerja asing yang terampil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Warga Indonesia sangat istimewa. Karena, kita punya tradisi persahabatan yang panjang dan banyak pekerja di Indonesia merupakan pekerja keras di Jepang," kata Masaki di acara peringatan Ulang Tahun Kaisar Jepang atau National Day Reception di Hotel St Regis, Jakarta Selatan, Kamis (20/2).
Masaki juga menyebut warga Indonesia yang bekerja di Jepang sangat dihargai masyarakat di sana.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan tak ada perbedaan signifikan budaya Jepang dan Indonesia sehingga akan lebih mudah beradaptasi.
"Mungkin, satu-satunya perbedaan adalah agama. Kebanyakan dari mereka, beragama Islam," ungkap dia.
Masyarakat Jepang saat ini, lanjut Dubes itu, sangat memahami Islam dan menghormati kepercayaan tersebut.
"Jadi, menurut saya, kami mampu memiliki lebih banyak pekerja terampil dari Indonesia," ujar Masaki.
Dia juga menggarisbawahi persyaratan khusus yang harus dimiliki pekerja asing di Jepang adalah penguasaan bahasa.
Namun, bahasa yang digunakan dalam bidang kerja menurut dia tak begitu banyak dan bisa dipelajari.
Saat ini Jepang menghadapi masalah demografi di tengah kebutuhan tenaga kerja yang melonjak.
Pada Januari lalu, pemerintah Jepang mengumumkan mereka membuka lowongan hingga 820 ribu tenaga kerja asing untuk kurun waktu 2024 hingga 2029.
Di Jepang, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) naik hampir tiga kali lipat atau 192 persen menjadi 121.507 dibanding 2018.
Sejumlah media asing melaporkan angka yang tinggi itu dipicu upah rendah dalam negeri. Jepang menawarkan gaji yang lebih tinggi sekitar Rp18,7 juta per bulan.
Sementara itu, belakangan tren #KaburAjaDulu menguat di media sosial karena situasi sosial dan ekonomi yang tak sesuai harapan.
Tren tersebut sekaligus menjadi protes warga karena lapangan pekerjaan yang tak memadai, gaji tak layak, pendidikan tak sesuai harapan, dan pemberian jaminan sosial atau kesejahteraan yang masih dianggap kurang di Indonesia.
(bac/isa)