Bahaya Militerisasi Ranah Sipil ala Dedi Mulyadi

14 hours ago 4

ANALISIS

CNN Indonesia

Rabu, 07 Mei 2025 07:36 WIB

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kirim siswa nakal ke barak militer untuk pendidikan kedisiplinan. Kebijakan ini menuai kritik terkait pelanggaran HAM. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berseragam ala militer saat ikut retret kepala daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN)

Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memutuskan mengirim siswa nakal masuk barak militer. Puluhan anak dari sejumlah sekolah akan menjalani pendidikan ala militer selama beberapa bulan ke depan.

Program Demul memberikan pendidikan kedisiplinan militer ke para pelajar bermasalah di Jawa Barat ini menuai kritik dari berbagai pihak.

Bukannya membatalkan, Dedi Mulyadi justru ingin juga mengirim orang dewasa bermasalah ke barak militer untuk mendapat pendidikan kedisiplinan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dedi menjelaskan program pendidikan kedisiplinan di barak militer untuk orang dewasa itu akan menyasar mereka yang kerap mabuk hingga meninggalkan keluarga.

"Ini akan yang saya lakukan program untuk orang dewasa. Kerjanya mabuk saja atau misalnya bergeng-geng di jalanan. Nanti dijaring kemudian diserahkan ke Kodam III untuk dididik di Dodik ini," kata Dedi di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara, Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (5/5).

Bertentangan dengan prinsip HAM

Koordinator Peneliti Imparsial Annisa Yudha menyatakan pendekatan militeristik yang diambil oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi itu bukan hanya bentuk nyata militerisasi di ranah sipil, tetapi juga bertentangan dengan prinsip HAM.

Ia menyebut langkah yang diambil Dedi itu malah mengaburkan garis demarkasi antara urusan sipil dan urusan militer.

Annisa menyampaikan hal itu justru kian menunjukkan sikap inferioritas sipil atas militer.

"Yang dalam tahap tertentu sangat berbahaya bagi kehidupan sipil dan demokrasi. Kebebasan sipil tergerus, negara akan dinilai sudah tidak mampu lagi memberikan jaminan perlindungan atas kebebasan sipil warganya," kata Annisa kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/5).

Selain itu, Annisa berpendapat kebijakan itu juga membawa TNI kian melenceng jauh dari tupoksinya sebagai alat pertahanan negara.

Menurutnya, TNI justru sibuk dengan urusan sipil di dalam negeri. Bahkan terhadap urusan yang tak beririsan dengan urusan pertahanan.

"Misalnya, langkah untuk mengirimkan siswa-siswa yang dinilai bermasalah ke "pembinaan" di bawah TNI/militer yang malah itu melanggar hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif," ucap Annisa.

Ia mengingatkan bahwa anak-anak merupakan kelompok rentan. Menurutnya, kebijakan ini juga berpotensi memperkuat budaya kekerasan di dunia pendidikan.

Annisa menyebut para murid itu justru dikirimkan ke lembaga yang memiliki rekam jejak kekerasan yang terus berulang.

"Jelas ini menjadi ironi karena tidak akan menjawab dan menyelesaikan akar permasalahan soal kenakalan anak. Langkah ini tidak hanya keliru tapi sangat berbahaya," ujarnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya...


Read Entire Article
Kasus | | | |