Kupang, CNN Indonesia --
Satu anggota Direktorat Samapta Polda NTT berpangkat Bripda dengan inisial TTD dipecat dari dinas kepolisian karena aksi penganiayaannya.
Bripda TTD diputuskan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang berlangsung Selasa (18/11).
Bripda TTD dipecat atas kasus penganiayaan yang dilakukannya terhadap dua siswa Sekolah Polisi Negara Kupang yang terjadi pada Kamis (13/11) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Henry Novika Chandra, mengatakan dalam sidang KKEP yang berlangsung Selasa (18/11) telah memutuskan PTDH terhadap Bripda TTD.
"Langkah tegas ini merupakan bentuk komitmen Polri menjaga integritas dan kepercayaan publik," kata Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/11).
Dia mengatakan Polda NTT tidak akan menoleransi setiap bentuk pelanggaran sekecil apapun apalagi kekerasan yang mencoreng institusi Polri.
"Polda NTT tidak akan mentolerir setiap bentuk kekerasan, pelanggaran disiplin, maupun perbuatan yang mencoreng nama baik institusi. Setiap anggota Polri wajib menjadi teladan dalam bertindak dan bersikap," ujarnya.
Dia menjelaskan Bripda TTD dipecat setelah KKEP mendalami video viral kekerasan yang dilakukan terhadap dua siswa SPN.
Dalam video tersebut Bripda TTD melakukan pemukulan dan menendang korban di salah satu ruangan di SPN Kupang. Bripda TTD adalah anggota Ditsamapta Polda NTT yang sedang di-BKO ke SPN Kupang.
Putusan PTDH tersebut kata Henry tertuang dalam putusan Sidang KKEP Nomor PUT/58/XI/2025/KKEP. Perilaku TTD dinyatakan sebagai perbuatan tercela.
Henry menjelaskan sebelum menjalani sidang KKEP, Bripda TTD telah menjalani sangsi administrasi dengan penempatan khusis (patsus) selama 20 hari.
"Terduga pelanggar menyatakan banding atas putusan tersebut," kata Henry.
Dalam kasus tersebut seorang polisi juga yakni Bripda GHDRP yang turut membantu Bripda TTD merekam kekerasan tersebut juga dijatuhi hukuman demosi selama lima tahun.
"Pada persidangan kedua, terduga pelanggar Bripda GHDRP, anggota Bidokkes (BKO SPN), dinyatakan terbukti tidak menghentikan penganiayaan dan justru merekam kejadian tersebut tanpa upaya melerai," ucap Henry.
"Putusan Sidang KKEP Nomor PUT/59/XI/2025/KKEP menetapkan sangsi etik terhadap Bripda GHDRP karena perilaku dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Sangsi administrasi adalah penempatan di tempat khusus (patsus) selama 20 hari dan mutasi bersifat demosi selama 5 tahun," imbuhnya.
Kabidhumas menyampaikan bahwa Polda NTT akan terus memperkuat pengawasan internal, pembinaan personel, dan penegakan kode etik.
Sementara itu Kapolda NTT Irjen Pol. Rudi Darmoko mengatakan memberikan perhatian serius terhadap setiap tindakan kekerasan dalam proses pendidikan maupun kedinasan.
"Pola-pola kekerasan tidak boleh menjadi bagian dari pembinaan. Polri berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang humanis dan jauh dari praktik kekerasan," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa sidang kode etik menjadi bukti bahwa setiap pelanggaran akan diproses secara transparan sesuai prosedur.
"Penegakan etik tidak hanya bersifat penghukuman, tetapi juga perbaikan kultur organisasi. Polda NTT berupaya memastikan bahwa anggota Polri menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, bukan sebaliknya," kata dia.
(eli/kid)

2 hours ago
2












































