Yogyakarta, CNN Indonesia --
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Wirobrajan, Kota Yogyakarta, DIY berhenti beroperasi sementara setelah hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) produksinya diduga memicu keracunan pada 491 siswa.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menuturkan, SPPG Wirobrajan menghentikan operasionalnya sementara waktu mulai hari ini, Jumat (18/9).
Hasto mengaku telah melaporkan langsung kejadian dugaan keracunan di wilayahnya ini kepada Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana. Arahan pusat, SPPG ini belum akan mendistribusikan MBG ke 9 sekolah penerima manfaat hingga tahap evaluasi selesai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menekankan bahwa pemberhentian operasional sementara ini adalah bagian dari prosedur tetap (protap) apabila muncul dugaan keracunan akibat MBG produksi suatu SPPG.
"Kita sambil menunggu hasil evaluasi, saya kira (operasional SPPG) untuk kita berhenti sejenak, nanti begitu evaluasi sudah ada bisa kita jalankan lagi," kata Hasto saat dihubungi.
Arahan evaluasi Dadan meliputi pemeriksaan laboratorium pada sampel makanan yang diduga memicu gejala keracunan kemarin, seperti sakit perut dan diare. Pengujian di Labkesda DIY membutuhkan waktu sekitar dua pekan.
Hasto juga mengungkap arahan Dadan lainnya, yakni pengurangan jumlah paket produksi SPPG terkait. SPPG Wirobrajan diketahui memproduksi sekitar 3.400 pack dan pascakejadian keracunan ini kemungkinan angkanya dibatasi menjadi 2 ribu atau lebih sedikit lagi.
"Itu 3.400 terlalu banyak lah, Pak Kepala BGN menyampaikan ke saya ke depan akan dikurangi. Mungkin dibatasi dua ribu atau lebih rendah lagi," jelas Hasto.
Menurut Hasto, jatah distribusi SPPG Wirobrajan bisa saja ke depan dibagi dengan dapur MBG lainnya. Solusi lainnya adalah memperbanyak jumlah pekerja di dapur, sehingga lebih menyingkat waktu pengolahan makanan.
"Ngladeni (melayani) tiga ribu lebih itu berat sekali, bisa dibayangkan. Beli ayamnya mungkin pagi, kan masaknya tidak sore, tapi malamnya. Nyimpen (daging ayam) dari pagi sampai sore sebelum dimasak kan butuh effort, mesti ada cold storage yang besar. Itu baru ayam, belum lagi lain-lainnya," kata Hasto.
Ini sejalan dengan kecurigaan Hasto bahwa bakteri menjadi pemicu dugaan keracunan. Ini melihat jarak waktu antara siswa menyantap hidangan pada Rabu (15/10) siang dan mulai timbul gejala keracunan, Kamis (16/10) dini hari. Durasinya mencukupi untuk masa inkubasi bakteri.
Sejauh ini, lanjut Hasto, belum ada lagi laporan mengenai penambahan jumlah siswa korban keracunan MBG. Dia bilang, kondisi para murid-murid terdampak rata-rata sudah mulai membaik.
Lebih jauh, Hasto pun berpesan kepada setiap SPPG di wilayahnya agar kian berhati-hati dalam kontrol alur penyediaan makanan, serta waktu pengolahan-penyajian. Apalagi untuk menu-menu yang mengandung unsur protein hewani. Fasilitas lemari pendingin besar juga dibutuhkan demi mencegah terjadinya kontaminasi.
Kedua, dia meminta agar petugas di dapur MBG tertib kebersihan saat pengolahan dan penyajian makanan hingga pencucian food tray atau ompreng. Terlebih jika semua dilakukan secara manual, bukan mesin.
"Ketiga adalah masalah transport, ini terbukti kemarin anak-anak SD dan SMP nggak keracunan. Karena yang SMA jarak antara masak dan nganternya paling delay. Sehingga kemungkinan inkubasi terjadi di situ sehingga tumbuh bakteri yang meracuni," ujarnya.
Sebelumnya, sebanyak 426 siswa SMAN 1 Yogyakarta mengalami sakit perut hingga diare pada Kamis (16/10) dini hari diduga imbas MBG yang mereka konsumsi pada Rabu (15/10) siang.
Kepala SMAN 1 Yogyakarta, Ngadiya menyebut SPPG Wirobrajan mengaku lalai karena waktu antara pengolahan dan penyajian makanan jaraknya terlalu lama. Menu yang disinyalir memicu dugaan keracunan ini adalah ayam saus barbeque.
Sementara di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta dilaporkan sebanyak 65 siswa mengalami gejala serupa. Kepala sekolah setempat enggan langsung menyimpulkan peristiwa ini sebagai kejadian keracunan MBG. Namun, apabila dikalkulasi, total siswa diduga korban keracunan ini jumlahnya sudah mencapai 491 anak.
(fra/kum/fra)