Jakarta, CNN Indonesia --
Rapat perdana Pelaksana Harian Tim Koordinasi Penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) membahas tiga agenda utama lintas kementerian dan lembaga (K/L). Agenda tersebut meliputi pembahasan 19 standar operasional prosedur (SOP) Kesehatan, penyusunan menu serta distribusi MBG bagi balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, serta pembentukan kelompok kerja penyiapan bahan baku program.
Rapat yang digelar di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Jumat (7/11), dihadiri perwakilan dari 3 Kementerian Koordinator dan 13 Kementerian/Lembaga dalam Kabinet Merah Putih. Agenda tersebut dihadiri oleh perwakilan dari tiga kementerian koordinator serta 13 kementerian dan lembaga.
Ketua Harian Tim Koordinasi, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang, mengapresiasi kehadiran para perwakilan K/L yang hadir untuk mendukung kesuksesan Program MBG.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk melaksanakan program utama pemerintah ini, jujur kami, BGN, tidak bisa berdiri sendiri, karena terlalu besar anggarannya, dan banyak hal yang berkaitan dengannya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/11).
Salah satu pembahasan penting adalah penetapan struktur koordinator pelaksana MBG di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. BGN bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) sedang menyusun nomenklatur dan mekanisme kerja.
Kementerian Dalam Negeri akan menyiapkan kantor pelaksana, sementara penyesuaian nama dan struktur akan menunggu arahan dari Kementerian PANRB. Adapun pembiayaan akan disiapkan oleh BGN.
Dalam rapat, Nanik juga menyoroti persoalan pasokan bahan pangan yang perlu diantisipasi sejak dini. Dengan dengan jumlah 14.299 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi dan melayani sekitar 40 juta penerima manfaat, permintaan bahan pangan mengalami peningkatan signifikan.
Hal ini berdampak pada kenaikan harga beberapa komoditas seperti ayam, telur, sayur, dan buah.
"Kalau tidak segera diantisipasi, yang akan meledak adalah soal penyediaan bahan baku," tegas dia.
BGN pun mendorong semua K/L untuk ikut berperan dalam menjaga stabilitas pasokan pangan, terutama menjelang Hari Natal, Tahun Baru, dan Ramadan tahun depan. Ia mencontohkan, langkah seperti memanfaatkan lahan pekarangan atau kegiatan beternak bisa menjadi salah satu upaya memperkuat pasokan bahan pangan.
Nanik juga menyampaikan bahwa BGN bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat dan Kementerian Koperasi dan UKM untuk memperkuat penyediaan bahan pangan.
TNI AD, melalui komando distrik militer (Kodim), telah mengembangkan usaha ternak ayam petelur dan penanaman berbagai komoditas pangan. Sementara itu, Kementerian Koperasi menyiapkan dana bergulir bagi koperasi produksi agar dapat memasok kebutuhan pangan ke SPPG.
BGN menargetkan pada 2026, sekitar 83 juta siswa, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui menerima manfaat program MBG setiap hari. Kementerian Sosial juga mengusulkan agar lansia dan penyandang disabilitas dapat menjadi penerima manfaat tambahan.
Presiden telah menyetujui usulan tersebut, dan pada 2027 diharapkan program ini mencakup seluruh masyarakat miskin di Indonesia.
"Ini luar biasa peluangnya, sehingga kita minta semua Kementerian dan Lembaga dalam koordinasi ini harus terlibat dalam penyediaan bahan baku pangan," imbuh Nanik.
Beberapa K/L juga menyampaikan laporan dan masukan dalam rapat. Perwakilan dari BKKBN menyoroti perlunya perbaikan tata kelola dan varian menu MBG.
Sementara Kementerian Kesehatan melaporkan perkembangan pengajuan dan penerbitan Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) bagi dapur SPPG. Dari lebih dari 14 ribu SPPG yang beroperasi, sebanyak 4.590 telah mengajukan SLHS, dan 1.218 di antaranya sudah mendapatkan sertifikat tersebut.
Kementerian Kesehatan juga mengajukan 19 SOP yang perlu diterapkan untuk memastikan kualitas sanitasi dan kebersihan dapur SPPG. Nanik menyampaikan bahwa BGN dan Kementerian Kesehatan akan menindaklanjuti pembahasan teknis SOP tersebut agar dapur-dapur yang belum memenuhi standar dapat segera beroperasi kembali.
Dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dilaporkan bahwa 20 persen dana desa dapat digunakan untuk program ketahanan pangan, dengan fokus pada pemberdayaan petani, peternak, dan nelayan agar mampu memproduksi bahan pangan untuk MBG.
Namun, beberapa hasil produksi masih perlu penyesuaian standar agar dapat diterima SPPG. Untuk itu, Nanik menekankan pentingnya pembentukan kelompok kerja khusus penyiapan bahan pangan.
Sementara itu, Kementerian Agama melaporkan bahwa hingga kini terdapat 29 pesantren yang memiliki SPPG dan 270 pesantren lainnya yang menerima pasokan MBG dari dapur sekitar.
Total penerima manfaat di lingkungan pesantren mencapai sekitar 337 ribu santri. Kementerian Agama berharap jumlah SPPG di pesantren dapat ditingkatkan, meski masih terkendala keterbatasan modal.
"Nanti silakan hubungi bank-bank himbara yang siap membiayai," pungkas Nanik.
(rir)

3 hours ago
10
















































