Polisi Sita Ribuan Amunisi-Belasan Senpi dari Bojonegoro ke KKB Papua

23 hours ago 7

Jakarta, CNN Indonesia --

Satgas Damai Cartenz 2025 yang terdiri dari Polda Papua, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta dan Polda Jawa Timur menyita 3.573 amunisi dan 17 pucuk senjata api (senpi) rakitan untuk Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Puncak Jaya Papua. Barang ilegal itu ternyata disuplai dari Bojonegoro, Jatim.

Dari pengungkapan itu, Ditreskrimum Polda Jatim menangkap tiga orang pelaku penjualan senjata api dan amunisi ilegal asal Bojonegoro. Ketiga tersangka tersebut yakni Teguh Wiyono (52) dan Mukhamad Kamaludin (30) warga Bojonegoro, serta Pujiono (46) warga Tuban.

Pengungkapan ini dilakukan setelah Polda Papua menangkap Eko dan Yuni Enembi, ex personel TNI Kodam XVIII/Kasuari. Keduanya diduga menjadi penyandang dana dan pembeli senjata api di distrik Puncak Jaya untuk KKB Papua. Kemudian terungkap senpi tersebut dibeli dari jaringan asal Bojonegoro.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ini otaknya kan yang berinisial T (Teguh). Apakah yang P (Pujiono) dan MK (Mukhamad Kamalidin) ini mengetahui? Sangat mengetahui. Tapi yang melakukan komunikasi terhadap jual beli itu adalah saudara T," kata Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes M Farman di Mapolda Jatim, Selasa (11/3).

Komplotan pembuat senpi di Bojonegoro ini awalnya mendapatkan pesanan dari Papua. Pemesan senjata bahkan sempat berkunjung ke Jatim langsung untuk meninjau lokasi pembuatan.

"Tentunya ada pesanan dulu dari Papua. Tadi yang disampaikan oleh saudara Eko maupun saudara Yuni. Kalau saudara Yuni pernah sampai ke Bojonegoro melihat lokasi pembuatan produksi senjata itu," katanya.

Usai penangkapan Eko dan Yuni di Papua, Polda Jatim kemudian menangkap Teguh Wiyono di rumahnya di Perumahan Kalianyar Citra Modern Bojonegoro, serta dua tersangka lainnya, Sabtu (8/3).

"Sehari-hari kami ketahui dari hasil pemeriksaan bahwa yang bersangkutan secara ilegal atau diam-diam membuat dan mereparasi senpi maupun senjata angin," ucapnya.

Farman menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan, komplotan ini baru satu kali melakukan transaksi penjualan senjata api untuk KKB Puncak Jaya Papua. Ada sekitar enam senjata api yang telah dikirim.

"Dari hasil pemeriksaan baru diakui satu kali pengiriman menggunakan wadah mesin kompresor. Jadi kompresor itu dipotong dulu kemudian senjata ini dibagi dalam beberapa potongan baru dimasukkan serta dengan amunisi kemudian dikirim menggunakan ekspedisi. Yang disita di Polda Papua ada 6 pucuk. Satu kali transaksi Rp 1,3 miliar," jelasnya.

Mereka juga membuat berbagai senjata api itu secara otodidak. Sementara, untuk amunisi peluru berasal dari PT Pindad. Mereka mendapat amunisi itu dari salah seorang yang masih menjadi buron.

"Otodidak, hasil pemeriksaan karena memang awalnya suka bongkar pasar senjata angin, kemudian berkembang untuk membuat senjata api. Ini rakitan SS 1 dan sniper," ungkapnya.

"[Amunisi) ini pabrikan, yang diduga didapat dari rekannya yang sedang masih dalam kita cari siapa pelakunya. Masih kita selidiki profil sebenarnya ini siapa. Untuk nama masih kita rahasiakan," tambahnya.

Saat mengirim amunisi dan senpi rakitan itu, komplotan Bojonegoro ini menggunakan jalur darat dengan cara disembunyikan dalam mesin kompresor.

"Para pelaku menaruhnya ke dalam wadah mesin kompresor. Jadi tabung kompresor dipotong dulu, lalu senjata ini dibagi dalam beberapa potongan lalu dimasukkan bersama amunisi dan dikirim melalui ekspedisi khusus," ucap Farman di Surabaya.

Dari para tersangka, aparat juga mengamankan barang bukti mulai dari mesin bubut, gerinda hingga kompresor yang dipakai para tersangka untuk membuat belasan pucuk senpi rakitan.

Terdapat pula bahan peledak beserta detonator, magasin, popor, laras senjata rakitan dan berbagai dokumen pendukung lainnya. Petugas juga menyita uang tunai sebesar Rp369.600.000.

"Pada saat kita lakukan penggerebekan banyak ditemukan barang bukti antara lain alat-alat bubut, alat las dan beberapa mesin untuk pembuatan," pungkasnya.

Atas perbuatannya, tiga tersangka dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun. 

(frd/dna)

Read Entire Article
Kasus | | | |