Pengusaha Kehutanan Didakwa Suap Dirut Inhutani V Rp2,55 Miliar

2 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Djunaidi Nur selaku Direktur PT PML, perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan telah menyuap Dirut Inhutani V Dicky Yuana Rady.

Jaksa mendakwa terdakwa telah menyuap Dicky sejumlah sekitar Sin$10.000 dan Sin$189.000. Dengan asumsi kurs jual Rp12.864, total suap mencapai sekitar Rp2,55 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

JPU mengatakan perbuatan itu dilakukan Djunaidi bersama-sama dengan Aditya Simaputra selaku asisten pribadi dan orang kepercayaannya sekaligus Staf Perizinan di PT SBG.

"Terdakwa Djunaidi Nur bersama-sama dengan Aditya Simaputra (dilakukan penuntutan dalam berkas terpisah) sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberikan uang sebesar Sin$10.000 dan bersama Aditya Simaputra memberikan uang sebesar Sin$189.000,00 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Dicky Yuana Rady," ujar Jaksa KPK Tonny F. Pangaribuan saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (11/11).

Tindak pidana tersebut dilakukan pada 21 Agustus 2024 dan 1 Agustus 2025 bertempat di Resto Senayan Golf Club Jakarta, dan di Kantor PT INHUTANI V Wisma Perhutani Jalan Villa I Nomor 16, Karet, Semanggi, Jakarta Selatan.

Selain itu juga di Puri Kembangan Blok 14 No. 8-9 RT 002 RW 008. Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.

Jaksa mengatakan suap tersebut diduga dilakukan terdakwa agar Dicky dapat mengondisikan atau mengatur PT PML tetap bekerja sama dengan PT INHUTANI V dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44, dan 46 di wilayah Lampung.

Duduk perkara

Perkara ini bermula ketika pada tahun 2009 PT INHUTANI V mengadakan kerja sama pengelolaan hutan dengan PT PML atas areal hutan yang izinnya dimiliki oleh PT INHUTANI V sesuai dengan perjanjian nomor: 52/1HT-VIPKS/II-1/2009 dan nomor: 32/PMLIVI2009 tanggal 1 April 2009.

Pada tahun 2014, terjadi sengketa antara PT INHUTANI V dengan PT PML.

PT PML mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan berhasil menang berdasarkan putusan nomor: 624/XIARB BANIW2014. Putusan BANI tersebut dibatalkan oleh PN Jakarta Pusat lewat putusan nomor: 163.PDT.GIARBI2016.PN.JKT.PST. Kemudian putusan PN tersebut dibatalkan oleh Putusan MA nomor: 807/B/PDT.SUS-Arbt/2016 yang menguatkan putusan BANI.

Setelah adanya putusan MA tersebut, maka pada tanggal 1 November 2018, PT PML dan PT INHUTANI V sepakat mengakhiri persengketaan sebagaimana Perjanjian Perdamaian nomor: 616/1HT V/PKS/11/2018 dan nomor: 104/PMLIXI/2018, serta membuat kerja sama yang baru sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) nomor: 617/1HT VIPKS/11/2018 dan nomor 105/PMLIXV2018.

Pada Juli 2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap PT INHUTANI V dan menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya, dan Investasi Tahun Buku 2017, 2018, dan 2019 (Triwulan l) pada PT INHUTANI V di Provinsi DKI dan Lampung nomor: 01/AUDITAMA VIIPDTT/01/2020 tanggal 15 Januari 2020.

Dalam kesimpulannya, BPK menyebut PT INHUTANI V sama sekali tidak memperoleh manfaat dari bagi hasil kerja sama dengan PT PML sejak tahun 2009 sampai dengan 2019 sehingga merekomendasikan kepada Direksi PT INHUTANI V agar berkoordinasi dengan Perum PERHUTANI selaku induk perusahaan untuk melakukan peninjauan kembali PKS dengan PT PML sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dicky yang menjabat sebagai Direktur Utama PT INHUTANI V sejak tahun 2021 mengajukan gugatan perdata. Berdasarkan putusan MA nomor: 1200K/Pdt/2023 tanggal 8 Juni 2023, PT PML dainggap telah melakukan wanprestasi, PKS nomor: 52/1HT-V/PKS/I|-1/2009 dan nomor: 32/PMLIVI2009 tanggal 1 April 2009 dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sedangkan PKS nomor: 617/HT-VIPKS/11/2018 dan nomor: 105/PMLIXW2018 tetap berlaku, serta menghukum PT PML membayar ganti rugi sebesar Rp3.421.205.245,00 ditambah denda 6 persen setiap tahun terhitung sejak gugatan didaftarkan pada tahun 2021.

"Bahwa dengan adanya putusan MA tersebut, PT PML ternyata belum sepenuhnya dapat mengerjakan kawasan hutan yang perizinannya dimiliki oleh PT INHUTANI V karena terdapat sebagian lahan yang dikelola oleh pihak lain, sehingga terdakwa [Djunaidi] bersama dengan Aditya Simaputra melakukan pendekatan kepada pihak-pihak PT INHUTANI V di antaranya Dicky Yuana Rady, Apik Karyana selaku Komisaris Utama dan Raffles Brotestes Panjaitan selaku Komisaris dengan cara memenuhi setiap permintaan pihak PT INHUTANI V apabila kerja sama PT INHUTANI V dengan PT PML dapat terus berlanjut," ungkap jaksa dalam sidang tersebut.

Pada 31 Mei 2023, ketika gugatan masih dalam tahap upaya hukum kasasi, PT PML mengajukan Surat Nomor: 084/PMLNI2023 tentang Usulan Revisi Rencana Kerja Usaha (RKU) kepada PT INHUTANI V dengan melampirkan Rencana Pengembangan Tanaman yang akan dilakukan oleh PT PML di register 42, 44 dan 46.

Atas usulan tersebut, selanjutnya Winanti Meilina Rahayu selaku General Manager PT INHUTANI V Provinsi Lampung menindaklanjuti dengan melakukan beberapa pertemuan dengan pihak PT PML untuk membahas usulan Revisi RKU tersebut yang kemudian hasilnya disampaikan kepada Dicky.

Singkat cerita, setelah dilakukan sejumlah pertemuan, disepakati pengelolaan hutan oleh PT PML dalam Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH). Kesepakatan tersebut tidak gratis alias Dicky diduga meminta uang suap dan mobil mewah.

Atas perbuatannya, Djunaidi selaku pihak pemberi suap didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.

Sementara untuk Dicky belum disidang. Perkaranya masih di tahap penyidikan KPK.

(ryn/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |