Jakarta, CNN Indonesia --
Pengacara Gregorius Ronald Tannur (31), Lisa Rachmat, mengaku diancam saat diperiksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung di kasus dugaan suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Bahkan, Lisa mengungkapkan ada ancaman untuk menyetrum dirinya apabila tidak mengakui penyerahan uang suap Sin$150 ribu kepada tiga hakim PN Surabaya yang duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat hari ini, Selasa (25/2).
"Tapi keterangan ini saya ngarang pak karena saya takut, saya digerombolin, dan saya ditekan untuk mengaku. Bahkan saya mau dilistrik pak, izin, maaf," kata Lisa dengan nada meninggi di hadapan majelis hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lisa menolak Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya Nomor 40 tertanggal 11 November 2024 yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU). Ia mengatakan sudah meminta penyidik untuk mengubah keterangan di BAP tersebut karena keberatan.
Ia mengklaim tidak pernah menyerahkan uang kepada majelis hakim yang mengadili perkara Ronald Tannur yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.
Pun sebaliknya, Erintuah tidak pernah meminta uang kepadanya terkait penanganan perkara Ronald Tannur, yang saat itu tengah dalam proses persidangan di PN Surabaya.
Dalam BAP Nomor 39, Lisa mengungkapkan bertemu dengan Erintuah di gerai Dunkin Donuts Bandara Ahmad Yani, Semarang sebelum putusan kasus Ronald Tannur pada 13 Juli 2024. Di sana, disebutkan ada uang Sin$150 ribu yang disiapkan. Erintuah pun meminta tambahan Sin$50 ribu lagi.
Sementara di BAP Nomor 40, Lisa menjelaskan ada penyerahan uang tersebut. Persisnya pada 25 Juli 2024 atau sehari setelah Ronald Tannur divonis bebas. Penyerahan uang dilakukan di Jalan Raya Darmo, Kota Surabaya pada malam hari.
Setelah dikontak Erintuah, esoknya Lisa bertolak ke kantornya di Jalan Kendal Sari, Surabaya. Dari bandara, ia mengendarai taksi untuk mengambil uang yang dijanjikan. Ia dan Erintuah sepakat bertemu di Jalan Darmo dekat gerai HokBen dan sebuah masjid. Jika sudah sampai, taksi yang ditumpanginya bakal menyalakan lampu sein.
Sekitar 20 menit berselang, mobil warna merah Erintuah menghampiri. Lisa pun turun dan mengantarkan uang dalam tas kain kepada Erintuah.
"Pak Damanik bertanya kepada saya, 'berapa ini?' Dan saya jawab, '150 (ribu dolar Singapura)'. Lalu, saya kembali ke Bandara Juanda Surabaya, kemudian saya pesan tiket dan saya kembali ke Jakarta malam itu juga dengan pesawat Super Air Jet," kata jaksa membacakan isi BAP.
Mendengar itu, Lisa membantah. Ia mengaku hanya sekadar mengarang cerita itu karena sebelumnya penyidik menyampaikan Erintuah telah mengakui penerimaan uang darinya.
"(Pemberian) 150 (ribu dolar Singapura) ini saya ditekan oleh penyidik untuk mengaku karena pak Damanik mengaku menerima uang dari saya," kata Lisa.
Padahal, menurut jaksa, BAP tersebut telah dibaca ulang Lisa sebelum kemudian diparaf di tiap halamannya. Jaksa juga menegaskan Lisa telah disumpah sebelum memberikan keterangan dalam persidangan.
Ketua majelis hakim Teguh Santoso pun meminta jaksa tidak memaksakan BAP tersebut untuk diakui Lisa yang memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi.
"Silakan nanti saudara hadirkan saksi verbalisannya," ucap hakim kepada jaksa.
"Baik, kami akan menghadirkan saksi penyidik yang memeriksa langsung," timpal jaksa.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengaku belum dapat memberikan komentar atas pengakuan Lisa tersebut.
"Kita tanya penyidik dahulu kebenarannya," kata Harli singkat ketika dihubungi, Selasa.
Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo selaku mantan hakim PN Surabaya didakwa menerima suap sejumlah Rp1 miliar dan Sin$308.000 diduga untuk mengurus perkara terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Jika di total, suap yang diterima senilai sekitar Rp4,3 miliar.
Tindak pidana terjadi antara bulan Januari 2024 sampai dengan bulan Agustus 2024 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu pada tahun 2024 bertempat di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Surabaya dan Gerai Dunkin Donuts Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani Semarang.
Pengurusan perkara ini diduga melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA Zarof Ricar.
Ronald Tannur pada akhirnya divonis bebas oleh Erintuah Damanik dkk berdasarkan putusan PN Surabaya Nomor: 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024. Namun, di tingkat kasasi, MA membatalkan putusan bebas tersebut. Ronald Tannur divonis dengan pidana lima tahun penjara.
Ketua majelis kasasi Soesilo berbeda pendapat atau dissenting opinion. Menurut dia, Ronald Tannur harus dibebaskan dari dakwaan jaksa.
Erintuah Damanik dkk juga didakwa menerima gratifikasi. Erintuah disebut menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Yakni uang sebesar Rp97.500.000, Sin$32.000 dan RM35.992,25.
Ia menyimpan uang-uang tersebut di rumah dan apartemen miliknya, dan tidak melaporkan penerimaan tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sehingga dianggap sebagai gratifikasi.
Sementara Heru disebut menerima gratifikasi berupa uang tunai sebesar Rp104.500.000, US$18.400, Sin$19.100, ¥100.000 (Yen), €6000 (Euro) dan SR21.715 (Riyal Saudi).
Heru menyimpan uang-uang tersebut di Safe Deposit Box (SDB) Bank Mandiri Kantor Cabang Cikini Jakarta Pusat dan rumahnya.
Sedangkan Mangapul disebut menerima penerimaan yang tidak sah menurut hukum dengan rincian Rp21.400.000,00, US$2.000 dan Sin$6.000. Ia menyimpan uang tersebut di apartemennya.
(dal/ryn)