Jakarta, CNN Indonesia --
Setelah lebih dari dua dekade dan 37 kali menjalani operasi, Chusnul Chotimah (55) masih belum pulih dari semua derita fisik yang didapat dari ledakan serangan bom Bali. Aksi teror pada tahun 2002 itu menewaskan 202 orang.
Chusnul yang penuh dengan sisa luka bakar itu kini khawatir kehilangan akses terhadap pengobatan yang dapat menyelamatkan nyawanya setelah Presiden RI Prabowo Subianto mengeluarkan inpres efisiensi atau pemotongan anggaran diduga untuk mendanai janji-janji pemilunya seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Mengutip dari Reuters, langkah itu diduga dapat mengganggu layanan publik di negara terluas Asia Tenggara, dan menghambat pertumbuhan ekonominya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat Chusnul melanjutkan masa pemulihannya yang menyakitkan dan berjuang untuk tetap membuka kedai makanan ringannya di Sidoarjo, Jawa Timur, dia bergantung pada dana dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk pengobatan dan bantuan psikiatris.
"Saya menghubungi Bu Susi, Wakil Ketua LPSK [Susilaningtias], dan bertanya, 'Bu Susi, apakah benar ada pemotongan anggaran ke LPSK dari pemerintah?' Dia bilang iya. Saya tanya, apa pengaruhnya terhadap bantuan medis para korban? Dia bilang, 'Sepertinya bantuanmu tidak aman'," kenang Chusnul mengutip dari Reuters, Sabtu (22/2).
Ketua LPSK Achmadi mengatakan lembaganya mendukung pemotongan anggaran yang dilakukan Prabowo, namun tetap akan mengakomodasi hak-hak saksi dan korban sambil melakukan upaya untuk menjadi lebih efisien.
Dia memaparkan anggaran LPSK dipangkas lebih dari setengahnya jadi sekitar Rp108 miliar.
Sementara itu, pemerintahan Prabowo beberapa waktu lalu menegaskan efisiensi anggaran hanya berlaku untuk pengeluaran yang tidak diperlukan, bukan untuk layanan publik yang diperlukan.
Kritik atas efisiensi atau pemotongan anggaran yang diduga bermasalah itu pun menjadi salah satu tuntutan dalam aksi maraton dan serentak bertajuk 'Indonesia Gelap ' di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk dekat Istana Kepresidenan, selama sepekan terakhir.
Chusnul yang kini menanggung hidup dari kedai makanannya mengaku akan sulit bila bantuan bagi dirinya kena potong imbas efisiensi anggaran.
Dia bukan hanya harus membayar tagihan medisnya sendiri imbas bom Bali, tetapi juga biaya pengobatan mahal putranya yang menderita kelainan pembekuan darah nan langka.
Korban selamat bom Bali lainnya mengatakan mereka telah mengirim surat ke DPR dan Prabowo untuk menuntut LPSK dikecualikan dari pemotongan tersebut.
"Saya bisa mencari uang dengan bekerja, saya akan berjuang untuk makan dan sekolah untuk anak-anak saya, tapi pengobatan saya tidak mungkin bisa berjalan tanpa bantuan LPSK," kata Chusnul. "Saya tidak akan lagi menjalani kehidupan normal.
(kid/reuters)