Geger Kasus Pencabulan Anak-Narkoba dan Hukuman Maksimal Kapolres Ngada

3 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja diduga terlibat kasus penyalahgunaan narkoba, kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, hingga pornografi.

Fajar ditangkap pada 20 Februari lalu dan telah dibawa ke Jakarta untuk diperiksa Divisi Propram Polri. Berdasarkan tes urine, Fajar positif narkoba. Sementara itu, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Fajar telah naik ke tingkat penyidikan sejak 4 Maret 2025.

Polisi sudah memeriksa 9 saksi. Namun, sampai saat ini Fajar belum ditetapkan sebagai tersangka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun dugaan perbuatan asusila dan pornografi oleh Fajar pertama kali diketahui justru lewat polisi Australia yang melapor ke pemerintah RI lewat Kementerian PPPA. Menurut data, ada tiga korban di bawah umur, mereka masih berusia 5 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun.

Fajar mencari anak perempuan di bawah umur melalui seorang teman berinisial F. Fajar berkomunikasi dengan F melalui aplikasi percakapan MiChat.

Wakil Menteri PPPA Veronica Tan meminta kasus ini ditindak tegas. Menurutnya, hukuman yang dijatuhkan juga harus lebih berat karena terduga pelaku adalah aparat penegak hukum.

"Prinsip kami jelas, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Terlebih lagi, jika pelakunya adalah aparat penegak hukum, seperti yang terjadi dalam kasus ini, maka semestinya penindakannya justru lebih tegas," kata Veronica kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/3).

Dugaan pedofilia

Kriminolog Universitas Indonesia Ardi Putra menduga Fajar memiliki gangguan pedofilia. Ini merupakan gangguan psikoseksual yang ditandai dengan ketertarikan seksual kuat pada anak di bawah umur.

Ardi menjelaskan pedofilia masuk ke dalam gangguan jika orang tersebut bertindak berdasarkan dorongan seksualnya dengan tidak terkendali. Ia pun menuturkan setidaknya ada tiga perspektif dari disiplin ilmu kriminologi yang dapat menjelaskan fenomena ini.

Pertama, perspektif psikopatologi yang memandang pedofilia sebagai gangguan psikologis. Pendekatan ini berpandangan bahwa pedofilia dapat meningkatkan risiko tindakan kejahatan atau kriminalitas.

Kedua, perspektif sosial dan struktural. Pendekatan ini menyoroti faktor lingkungan dan sosial dari pelaku. Ketiga, perspektif yang melihat kasus ini sebagai bentuk perdagangan orang dengan korban anak di bawah umur.

Ardi menyampaikan hal itu dapat dilihat lantaran adanya penyebarluasan video pornografi oleh Fajar melalui situs porno.

"Yang ketiga adalah perspektif bagaimana kita melihat ini adalah sebuah eksploitasi seksual anak dalam industri hiburan atau perdagangan manusia," ucap Ardi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/3).

Jerat pasal berlapis dan pecat

Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko menyatakan Fajar bisa dijerat dengan pasal berlapis dalam tindak pidana yang dilakukan. Hukuman maksimal bisa diterapkan untuk eks Kapolres Ngada.

Pertama, Fajar dapat dijerat Pasal 14 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara. Kedua, Fajar juga bisa dijerat pasal UU ITE karena menyebarkan konten pornografi.

"Terus di KUHP, KUHP juga pencabulan juga ada yang secara umum. Nah, jadi dari perbuatan-perbuatan apalagi di jabatannya sendiri, undang-undang kepolisian itu kan juga ada larangan bagi anggota untuk melakukan tindak pidana," kata Aan kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/3).

Selain unsur pidana, Aan juga mendesak Polri untuk menindak Fajar secara disiplin dan etik. Ia mendorong Polri segera memecat Fajar dengan mengambil langkah pemberhentian dengan tidak hormat alias PTDH. Aan menilai tindak pendisiplinan itu perlu dilakukan seiring dengan proses pidana.

"Di internal untuk segera PTDH, bukan hanya dicopot dari jabatan Kapolres, tidak. Tapi sebagai anggota polisi kan, itu di PTDH, kemudian yang kedua dari sisi pidana," ucap dia.

Ia pun menyayangkan langkah kepolisian yang lambat dalam menindak kasus ini. Aan menyatakan kasus pencabulan anak di bawah umur masuk dalam kategori kejahatan serius.

Aan menyoroti waktu kejadian kasus ini yang terjadi pada Juni 2024 dan baru diusut awal tahun ini. Ia menyatakan bahwa tindakan Fajar ini sangat terencana dan tak terjadi begitu saja.

"Penanganan yang berlarut-larut itu kan menunjukkan bahwasanya keseriusan di tingkat penyelidikan maupun penyelidikan sampai ke penetapan tersangka ini enggak ada," ujarnya.

Polri berbenah

Aan menyatakan kasus kekerasan berulang oleh anggota Polri ini harus dibenahi secara serius. Ia mengingatkan banyaknya kasus-kasus yang menjerat anggota polisi ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik.

Polisi sebagai aparat penegak hukum seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum.

"Bagaimana nanti dengan publik menimbulkan disobedience, akan menimbulkan ketidakpercayaan pada hukum. Inilah dampak yang paling berbahaya," ucapnya.

Terpisah, Komisioner KPAI Dian Sasmita mendesak Polri memperbaiki rekrutmen dan pengawasan terhadap anggota. KPAI berharap tak ada lagi kasus serupa di masa mendatang.

"KPAI mendesak adanya perbaikan dalam proses rekrutmen, pelatihan, serta pengawasan terhadap aparat kepolisian guna mencegah kejadian serupa terulang di masa depan," kata Dian dalam keterangannya, Selasa (11/3).

(mnf/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |