Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menyebut Kemendiktisaintek menemukan modus kecurangan dalam Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) semakin terstruktur dan telah didesain lebih cerdik sedemikian rupa.
Brian mengatakan temuan-temuan kecurangan itu akan menjadi bahan evaluasi khususnya bagi Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) dalam menyelenggarakan SNBT.
"Kita juga melihat modus yang semakin terstruktur, modus yang semakin by design yang kemudian menuntut kita semua, panitia ini akan lebih hati-hati, akan lebih mengantisipasi lebih tinggi lagi," kata Brian dalam konferensi pers di Gedung Kemendiktisaintek, Jakarta, Selasa (27/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, ragam praktik kecurangan ditemukan dalam SNBT-UTBK 2025. Setidaknya ada 50 peserta melakukan kecurangan, serta 10 orang joki dalam enam hari pelaksanaan ujian.
Adapun modus kecurangan yang terjadi beragam, mulai dari pemasangan alat bantu seperti pemasangan kamera di kacamata, mikrofon dan pengeras suara di alat bantu dengar, penggunaan perangkat lunak melalui aplikasi rekaman layar, rekayasa kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI), hingga penggunaan aplikasi pengendali jarak jauh atau remote desktop di komputer yang digunakan para peserta.
Untuk penggunaan AI, Ketua Umum Panitia SNPMB 2025 Eduart Wolok menyebut itu menjadi modus kecurangan terbaru dalam pelaksanaan SNBT. Eduart mengatakan rekayasa AI itu digunakan untuk melakukan kamuflase perubahan kartu peserta yang akan mengikuti ujian SNBT 2025.
"Kalau modus yang paling baru itu kan dengan menggunakan rekayasa AI, dengan mengamuflase dari mulai kartu peserta dan sebagainya," kata Eduart di tempat yang sama.
Eduart menjelaskan kamuflase kartu menggunakan rekayasa AI itu bertujuan agar peserta bisa mengubah lokasi ujian yang tertera dalam kartu.
Namun, kata dia, rekayasa AI tidak efektif lantaran setiap kartu SNBT 2025 telah dibubuhi kode batang (barcode) hingga penomoran tertentu yang unik.
"Jadi misalnya ada peserta menyampaikan kartunya bahwasanya dia ujian di pusat UTBK A gitu. Dia tidak sadar bahwasanya kita memiliki kode, baik di penomoran maupun barcode itu," tutur Eduart.
"Yang ternyata menyatakan bahwasanya dia tidak ada di pusat A, tetapi di pusat lainnya gitu. Jadi ini bentuk-bentuk dari standar operasional kita untuk melakukan mitigasi terhadap kecurangan," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Brian memastikan segala kecurangan dalam SNBT akan diantisipasi dan ditindak secara tegas apabila panitia menemukan segala indikasi kecurangan.
Ia mengaku tidak mau semangat para siswa yang ingin mengikuti ujian secara adil ini tercederai akibat adanya para peserta yang melakukan kecurangan.
"Teman-teman panitia juga sudah berkoordinasi dengan pihak penegak hukum untuk memproses berbagai kecurangan ini yang kemarin terjadi," tutur pria yang sebelumnya dikenal pula sebagai Guru Besar di ITB tersebut.
Brian memastikan segala kecurangan yang berupaya dilakukan dalam SNBT tahun-tahun berikutnya tidak akan lolos dan pasti terdeteksi panitia.
Selain itu, Brian berharap para siswa berani melapor apabila menemukan adanya kecurangan atau mendapat iming-iming lolos SNBT.
"Pola-pola kecurangan silahkan dilaporkan karena betul betul kita ingin menghilangkan proses-proses yang tidak benar tersebut," kata pakar di bidang nanoteknologi tersebut.
(mab/kid)