Bima Arya Sebut Banyak Sengketa Wilayah Seperti Aceh dan Sumut di RI

18 hours ago 7

Makassar, CNN Indonesia --

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menyebut sejumlah wilayah di Indonesia mengalami permasalahan sengketa wilayah seperti yang terjadi antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Menurut Bima, menyelesaikan masalah itu harus dengan pendekatan yang menggunakan data geografis, kultural dan historis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak sebetulnya kasus-kasus seperti ini, misalnya di Sangatta soal batas wilayah. Kita harus mengumpulkan semua data, tidak hanya data geografis, tapi juga aspek kultural dan historis yang juga penting," ujar Bima di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (13/6).

Bima menutur dalam penyelesaian sengketa wilayah antar daerah kuncinya adalah proses dialog. Dalam dialog semua pihak yang bersengketa dapat menyampaikan perspektif dan data masing-masing secara terbuka serta objektif.

"Artinya, tidak boleh ada kepentingan lain yang bermain. Semua harus dikembalikan pada data, fakta, dan keputusan hukum," katanya.

Sengketa wilayah ini, kata Bima menjadi penting mengingat sensitivitas identitas dan batas administrasi antar daerah.

"Pemerintah berharap solusi damai dan adil dapat segera dicapai melalui dialog dan pendekatan berbasis data yang kuat," jelasnya.

Bima Arya menegaskan bahwa penyelesaian sengketa batas wilayah, seperti yang terjadi antara Aceh dan Sumatera Utara, harus dilakukan berdasarkan data menyeluruh dan pendekatan dialog.

Provinsi Aceh dan Sumatera Utara terlibat sengketa status kepemilikan empat pulau yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek (Mangkir Kecil), dan Pulau Mangkir Gadang (Mangkir Besar).

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan keempatnya berada dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. 

Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kemendagri menyebut penetapan status 4 pulau ke dalam wilayah Sumut mengacu batas wilayah darat.

Pemerintah Provinsi Aceh menolak keputusan itudan mengklaim keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayahnya.

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir mengatakan alasan yang disampaikan Dirjen Bina Adwil Kemendagri Safrizal ZA soal batas wilayah darat menjadi patokan pengambilan keputusan penetapan status kepemilikan 4 pulau tidak masuk akal.

Dia berkata hingga saat ini, batas wilayah laut antara dua provinsi tersebut masih bersengketa. Pemprov Aceh mengingatkan Kemendagri untuk mematuhi kesepakatan bersama tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Sumut terkait status 4 pulau yang dinyatakan sah milik Aceh.

"Harusnya kan ditetapkan dulu garis batas laut karena sudah ada kesepakatan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut tahun 1992 yang sampai dengan saat ini belum ada kesepakatan kedua gubernur yang merubah garis batas laut tersebut," kata Syakir dalam keterangannya, Kamis (12/6).

(mir/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |