Beda Data Dinas P3A Kupang dan Polda NTT soal Korban Kapolres Ngada

5 hours ago 3

Kupang, CNN Indonesia --

Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja diduga menjadi pelaku pencabulan dan penyebaran pornografi anak di bawah umur.

AKBP Fajar saat ini sudah diamankan Propam Polri, dan kasus pencabulannya ditangani Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara itu korban dugaan pencabulan AKBP Fajar ditangani Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (DP3A) Kota Kupang.

Namun, terjadi perbedaan data soal korban antara yang dirilis Polda NTT dan ditangani DP3A Kota Kupang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data yang diperoleh dari Dinas P3A Kota semula menyebut korban kekerasan seksual AKBP Fajar sebanyak tiga orang yakni anak perempuan berusia 5, 13, dan 16 tahun. Belakangan DP3A Kota Kupang mengoreksi keterangan, menyatakan tiga korban anak di bawah umur itu berusia 3, 12, dan 14 tahun.

Sedangkan Polda NTT menyebut hanya satu anak berusia enam tahun yang diduga mendapat kekerasan seksual.

Adapun korban yang didampingi adalah satu anak di bawah umur, sedangkan dua korban lain didapatkan berdasarkan asesmen.

Plt Kepala DP3A Kota Kupang, Imelda Manafe menjelaskan dari hasil konseling korban yang didampingi, kekerasan seksual tersebut sudah terjadi sejak pertengahan 2024 lalu.

Dia menerangkan kasus itu sebelumnya terkuak dari laporan pemerintahan Australia ke Indonesia melalui Kementerian PPPA. Kementerian P3A kemudian menginformasikannya ke kepolisian.

"Pertama itu ada berita dari Pemerintah Australia itu langsung disampaikan ke kementerian PPPA. Dari Kementerian PPPA itu menyampaikan ke Polda NTT," kata Imelda kepada CNNIndonesia.com, Senin (10/3) lalu.

Lanjut Imelda, dari Polda NTT kemudian meminta Dinas P3A Kota Kupang untuk melakukan pendampingan.

"Polda NTT menunjuk kepada kami Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota (untuk lakukan pendampingan)," kata Imelda.

Imelda menjelaskan saat ini ada satu korban pencabulan yang sedang didampingi oleh Dinas P3A Kota Kupang. Pendampingan terus dilakukan setiap harinya.

Pernyataan Polda NTT

Sehari berselang, Selasa (11/3), Polda NTT menyebutkan korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan AKBP Fajar hanya satu yakni anak berusia enam tahun.

"Untuk korban satu orang, adalah seorang anak yang berusia 6 tahun," kata Direktur Reskrimum Polda NTT Kombes Pol. Patar Silalahi dalam konferensi pers yang digelar Selasa (11/3).

Kekerasan seksual tersebut, kata Patar, terjadi pada 11 Juni 2024 di salah satu kamar hotel di Kota Kupang yang dipesan AKBP Fajar menggunakan fotokopi surat ijin mengemudi (SIM) di resepsionis hotel tersebut.

Patar menjelaskan anak berusia enam tahun yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut didapat AKBP Fajar melalui seorang perempuan berinisial F.

"Yang bersangkutan (AKBP. Fajar) mengorder (korban) melalui seorang wanita, perempuan yang bernama F," ujar Patar.

"(Pesanan AKBP Fajar) disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut di hotel pada tanggal 11 Juni 2024. Dapat order tersebut dan dibayar atau diberi imbalan Rp3 juta," lanjut Patar.

Perempuan berinisial F itu kemudian mencari anak perempuan dan dibawa ke hotel tempat AKBP. Fajar menginap.

"Itu terjadi tanggal 11 Juni," jelas Patar.

Saat itulah, polisi berpangkat perwira menengah itu diduga melakukan aksi bejatnya mencabuli korban berusia enam tahun.

Patar menjelaskan sebelum dibawa ke kamar hotel yang ditempati AKBP Fajar untuk dicabuli, korban terlebih dahulu diajak jalan-jalan oleh Fajar dan perempuan berinisial F. Korban juga diberi makanan.

"Untuk korban hanya dibawa main-main, jalan-jalan, bawa makan," ucapnya.

Patar mengatakan dalam kasus ini perempuan berinisial F telah diperiksa oleh penyidik di Unit PPA Direskrimum Polda NTT.

"Perempuan berinisial F sudah diperiksa," ujar Patar.

Rekaman video pencabulan oleh AKBP Fajar itu kemudian beredar di situs porno di luar negeri hingga terdeteksi petugas kepolisian Australia. Polda NTT menyatakan Australian Federal Police (AFP) kemudian melaporkannya ke Divisi Hubungan Internasional Polri.

Laporan dari AFP itu kemudian diteruskan Divhubinter Polri ke Polda NTT untuk diselidiki. Dan dari hasil penyelidikan oleh petugas dari Ditreskrium Polda NTT yang dilakukan sejak 23 Januari 2025 lalu ternyata ditemukan fakta kebenaran atas laporan AFP terkait kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan AKBP Fajar.

Dari proses penyidikan tersebut, penyidik dari Unit PPA Direskrimum Polda NTT telah mengonstruksi pasal yang akan diterapkan yakni pasal 6 huruf (c) dan pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

"Konstruksi pasal yang kami terapkan adalah pasal 6 huruf (c) dan pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual ancaman hukumannya 12 tahun (penjara)," ujar Patar saat jumpa wartawan Selasa (11/3) sore.

Patar menjelaskan, meski sudah naik ke tingkat penyidikan, AKBP Fajar belum ditetapkan sebagai tersangka pencabulan anak di bawah umur karena yang bersangkutan belum diperiksa.

Dia mengatakan sudah menjadwalkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap AKBP Fajar di Mabes Polri pada pekan depan.

"Yang sudah kami agendakan (pemeriksaan AKBP. Fajar) minggu depan," ujarnya. 

(kid/eli)

Read Entire Article
Kasus | | | |