Jakarta, CNN Indonesia --
Sebanyak 2.000 karyawan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) diberhentikan pada Minggu (23/2), di bawah kebijakan efisiensi Presiden Donald Trump.
Pemberitahuan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan pekerja kontrak USAID itu dikirimkan melalui email, sementara mayoritas pekerja penuh waktu yang tersisa akan diberikan cuti administratif.
"Semua personel yang direkrut langsung oleh USAID, kecuali personel yang ditunjuk untuk bertanggung jawab atas fungsi-fungsi penting, kepemimpinan inti, dan/atau program yang ditunjuk secara khusus, akan diberikan cuti administratif," demikian isi bunyi email tersebut, dikutip CNN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Email itu dikirimkan pada Minggu (23/2) pukul 2.42 siang waktu setempat, sementara cuti administratif untuk pekerja paruh waktu mulai berlaku kemarin pukul 11.59 malam.
"Bersamaan dengan itu, USAID mulai menerapkan Pengurangan Tenaga Kerja yang akan memengaruhi sekitar 2.000 personel USAID yang bertugas di Amerika Serikat," lanjut email tersebut.
Para pekerja yang terdampak disebut akan "menerima pemberitahuan khusus", sementara pekerja yang ditetapkan sebagai "pihak penting" akan diberitahu paling lambat pukul 5 sore waktu setempat.
PHK yang dilakukan pemerintah Trump ini mengguncangkan para pekerja USAID yang tersebar di seluruh dunia. Mereka mengaku khawatir dengan nasib mereka pasca keputusan pemerintah.
"Kami semua tertekan secara emosional. Kami merasa seperti sedang terjadi perang psikologis terhadap kami," kata seorang diplomat USAID yang ditugaskan di luar negeri kepada CNN.
"Ini sungguh tidak nyata. Rasanya seperti lelucon yang kejam. Saya diplomat AS, di sini dengan paspor diplomatik, namun sekarang saya dikeluarkan dari semua sistem kedutaan yang dirancang untuk menjaga keamanan diplomat dan keluarga mereka," kata pejabat USAID lainnya.
Awal Februari lalu, pejabat USAID yang direkrut langsung oleh pemerintah AS mulai menerima pemberitahuan cuti. Pemberitahuan itu termasuk informasi bahwa USAID sedang "mempersiapkan rencana" untuk mengatur dan membiayai para personel yang ditugaskan di luar negeri, untuk pulang ke AS.
Wakil Presiden USAID di American Foreign Service Association (AFSA), Randy Chester, mengatakan ada sekitar 1.400 karyawan yang direkrut langsung, yang ditugaskan di luar negeri beserta keluarga mereka.
Chester menyebut memulangkan para staf di luar negeri akan menjadi usaha besar dan memerlukan biaya hingga puluhan juta dolar, di tengah upaya Trump memangkas anggaran pemerintah federal.
"Kita bicara tentang setidaknya US$20 juta (sekitar Rp325 miliar), untuk membawa semua orang itu kembali ke AS. Biaya yang harus ditanggung pembayar pajak Amerika sangat besar, dan itu tidak diperlukan," ungkap Chester.
Presiden Trump sejak lama mengkritik pengeluaran kebijakan luar negeri AS yang dianggap tidak sepadan dengan jumlah pemasukan pajak. Hal ini lah yang menjadi salah satu alasan Trump mau menutup USAID dan hanya mempekerjakan sebagian kecil orang.
Trump sempat mengkritik USAID dengan menyebut para staf badan ini sebagai orang radikal. Dia juga menuding badan bantuan itu hanya menghamburkan uang negara.
Pada 2023, anggaran yang diterima USAID sebesar US$72 miliar atau sekitar Rp1.134 triliun. Dari jumlah ini, sekitar US$16 miliar dikirim ke Ukraina yang sedang berperang dengan Rusia.
(dna)