Sopir Truk Bawa Sound Horeg, Penuhi Jalan Kepung Kantor Gubernur Jatim

4 hours ago 7

Surabaya, CNN Indonesia --

Ratusan sopir truk mengepung Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim) di Jalan Pahlawan, Surabaya. Mereka melakukan aksi unjuk rasa penolakan kebijakan nol overkapasitas atau Zero Over Dimension Over Load (ODOL).

Pantauan di lokasi sekitar pukul 16.00 WIB, puluhan hingga ratusan truk diparkir hingga memblokade jalan depan Kantor Gubernur Jatim. Lalu lintas Jalan Pahlawan Surabaya pun lumpuh total.

Tak hanya itu, massa juga mengerahkan beberapa truk mengangkut sound horeg berukuran besar dan dihadapkan ke arah Kantor Gubernur Jatim. Massa kemudian memutar musik dengan volume keras-keras.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami membawa sound horeg tujuannya agar didengar mereka yang di dalam [Kantor Gubernur]," kata Ketua Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT), Angga Firdiansyah saat ditemui di lokasi aksi.

Mereka juga membawa dua keranda mayat serta bendera merah putih sepanjang 1.200 meter. Angga menyebut hal itu memiliki keadilan yang telah mati dan kemerdekaan yang belum di.dapatkan.

"Terus dua keranda itu simbol dari kematian, keadilan bagi sopir. Terus bawa bendera 1.200 meter itu belum adanya kemerdekaan untuk teman-teman sopir," ucapnya.

Angga mengatakan mereka meminta pejabat Pemprov Jatim untuk menemui massa aksi, dan memenuhi tuntutan mereka. Jika tidak, mereka mengancam akan menginap di Kantor Gubernur Jatim.

"Kalau tidak ada kesepakatan, kami akan nginep di sini. Sampai ada yang nemui dan istilahnya harus ada kesepakatan untuk menghentikan operasi ODOL tersebut. Karena kawan-kawan ketakutan karena diancam dengan pidana," ucapnya.

Ia mengatakan pihaknya menolak penerapan kebijakan zero ODOL, karena kebijakan itu dinilai belum layak diberlakukan sebab pemerintah belum menyiapkan regulasi pendukung yang jelas, terutama terkait tarif angkutan logistik dan perlindungan bagi sopir.

Angga menegaskan, para sopir sebenarnya mendukung keselamatan berkendara, namun penerapan zero ODOL saat ini dianggap tidak realistis.

"Karena untuk saat ini Indonesia sepertinya belum siap. Kalau ada ODOL itu diterapkan, kami sepakat dengan pertimbangan untuk keselamatan. Tapi saat ini pemerintah belum mengeluarkan regulasi yang jelas, salah satunya perihal tarif angkutan logistik, kerancuannya di situ," kata Angga ditemui di sela aksi.

Angga juga menyebut banyak sopir merasa terintimidasi di lapangan saat membawa muatan yang dianggap melanggar aturan ODOL, padahal kondisi itu didorong oleh permintaan industri dan pasar.

"Untuk penindakan di lapangan pun teman-teman merasa diintimidasi, karena terancam kalau melanggar ODOL tersebut. Padahal kawan-kawan, yang memuat ODOL tersebut, yang panjang, lebar, itu karena kebutuhan industri, kebutuhan pasar saat ini," jelasnya.

Lebih lanjut, Angga mengkritisi penerapan aturan soal dimensi kendaraan yang dinilai tidak konsisten, sehingga sopir kerap jadi korban kriminalisasi.

"Makanya, harusnya itu disebutkan masuknya ke dimensi kendaraan untuk ditarik ke belakang, perpanjangan sumbu. Harusnya di situ penerapannya, tidak diterapkan waktu teman-teman kepanjangan muatannya. Kesalahannya di situ. Akhirnya teman-teman ketakutan karena diancam dengan pidana," ungkap Angga.

Dalam aksinya, para sopir juga menuntut adanya perlindungan hukum dan jaminan kesejahteraan. Mereka merasa kerap menjadi pihak yang paling dirugikan dalam rantai distribusi logistik nasional.

"Selain itu teman-teman juga minta perlindungan hukum dan kesejahteraan, karena selama ini yang menjadi korban adalah sopir," ucapnya.

Mereka juga menyoroti masih maraknya praktik premanisme dan pungli di jalan yang merugikan para sopir. Ia menyebutkan bahwa pelaku di lapangan kerap dibiarkan, sementara perusahaan besar tak tersentuh hukum.

"Premanisme dan pungli itu masih banyak dialami teman-teman di lapangan, entah itu modelnya pengawalan atau apa, itu masih banyak. Kami merasa terzalimi karena masih banyak perusahaan besar yang belum ditindak, tapi kami masyarakat kecil yang ditekan," kata Angga.

Tuntutan massa aksi :

1. Hentikan operasi ODOL

2. Regulasi ongkos angkutan logistik

3. Revisi UULLAJ No. 22 tahun 2009

4. Perlindungan hukum kepada sopir

5. Berantas premanisme dan Pungli

6. Kesetaraan perlakuan hukum.

(frd/kid)

Read Entire Article
Kasus | | | |