Bikin Syok, AS Tolak Resolusi PBB Kutuk Invasi Rusia di Ukraina

2 weeks ago 13

Jakarta, CNN Indonesia --

Amerika Serikat secara mengejutkan membela Rusia dengan menolak resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengutuk invasi Moskow di Ukraina pada Senin (24/2). 

Ini menjadi langkah pemerintahan Presiden Donald Trump paling nyata yang menunjukkan pergeseran drastis kebijakan luar negeri AS yang sebelumnya mendukung habis-habisan Ukraina melawan invasi Rusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pemungutan suara yang digelar pada Senin malam waktu New York, sebanyak 93 negara mendukung resolusi berjudul "Advancing a comprehensive, just, and lasting peace in Ukraine." Sementara itu, sebanyak 65 negara abstain soal resolusi tersebut, yang mayoritas merupakan negara yang memang punya relasi cukup dekat dengan Moskow.

Sementara itu, Rusia dan 17 negara lainnya termasuk AS menolak resolusi Majelis Umum PBB tersebut.

Resolusi ini menyatakan "keprihatinan" terhadap invasi skala penuh Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun dan terus memberikan dampak yang "menghancurkan dan berkepanjangan, tidak hanya bagi Ukraina, tetapi juga bagi stabilitas kawasan dan global."

Resolusi ini juga menyerukan "de-eskalasi, penghentian permusuhan secepatnya, serta penyelesaian damai atas perang melawan Ukraina."

Selain itu, resolusi Majelis Umum PBB ini menuntut Rusia untuk "segera, sepenuhnya, dan tanpa syarat menarik seluruh pasukan militernya dari wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara internasional."

Penolakan terhadap resolusi ini menempatkan AS berseberangan dengan sekutu-sekutunya di Eropa dan justru sejalan dengan agresor dalam perang ini.

Tak berhenti di Majelis Umum PBB, AS kembali terang-terangan memperlihatkan dukungannya terhadap Rusia dengan mengajukan resolusi "tandingan" dari resolusi yang berhasil diadopsi majelis.

Resolusi gagasan AS itu tidak menyebut Rusia sebagai agresor dan juga tak menegaskan maupun mengakui integritas teritorial Ukraina.

Resolusi AS itu hanya "mendesak agar konflik segera diakhiri dan menyerukan perdamaian yang langgeng antara Ukraina dan Rusia."

Resolusi ini juga hanya "meratapi hilangnya nyawa yang tragis akibat konflik Rusia-Ukraina" serta menegaskan kembali bahwa "tujuan utama PBB, sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB, adalah menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta menyelesaikan perselisihan secara damai."

[Gambas:Twitter]

Dikutip CNN, AS pun membawa draf resolusi itu ke Dewan Keamanan PBB dan disahkan dengan 10 negara anggota setuju, termasuk dari Rusia. Sementara itu, lima negara Eropa memilih abstain terhadap resolusi itu setelah upaya mereka menunda pemungutan suara gagal.

Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya memuji resolusi singkat AS yang hanya terdiri dari tiga paragraf, menyebutnya sebagai "inisiatif yang masuk akal dan langkah ke arah yang benar."

Sementara itu, kuasa usaha AS di PBB, Dorothy Shea, mengatakan bahwa pengesahan resolusi ini merupakan langkah pertama Dewan Keamanan "untuk secara tegas menyerukan diakhirinya konflik."

"Resolusi ini membawa kita menuju jalur perdamaian. Ini baru langkah awal, tetapi langkah yang penting, dan kita semua harus bangga. Sekarang kita harus menggunakannya untuk membangun masa depan yang damai bagi Ukraina, Rusia, dan komunitas internasional," kata Shea setelah pemungutan suara.

Sementara itu, para diplomat Eropa melontarkan respons keras terhadap AS dan hasil pemungutan suara tersebut.

"Tidak akan ada perdamaian dan keamanan di mana pun jika agresi dibiarkan dan hukum rimba yang menang," kata Duta Besar Prancis untuk PBB, Nicolas de Rivière.

"Tidak ada yang lebih menginginkan perdamaian selain Ukraina, tetapi syarat-syarat perdamaian itu penting," ujar Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward.

"Hanya perdamaian yang adil, yang menghormati prinsip-prinsip dalam Piagam PBB, yang akan bertahan lama," paparnya menambahkan.

(rds/rds)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kasus | | | |